Monday 21 November 2011

asma


A. Latar Belakang Masalah
Asma berasal dari bahasa Yunani yang artinya terengah-engah atau napas pendek. Asma adalah keadaan yang menunjukan respon abnormal saluran napas terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan napas yang meluas. Penyempitan tersebut menyebabkan obstruksi aliran udara dan wheezing/mengik. Kelainan dasarnya tampaknya suatu perubahan status imunologis penderita. Asma mudah ditimbulkan oleh berbagai rangsang yang menunjukan suatu keadaan hiperaktivitas bronkus yang khas (Chandrasoma, 2006; Price dan Wilson, 2006).
Patogenesis asma dapat dijelaskan dari segi imunologis dimana asma merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I. Berbagai mediator yang dihasilkan oleh sel-sel radang dapat menimbulkan manifestasi klinis.
B. Definisi Masalah
Keluhan utama : batuk yang tidak berkurang sejak 3 hari, mula tidak berdahak, sekarang berdahak.
Keluhan penyerta : sesak napas, demam.
Riwayat : perempuan umur 20 tahun, sebelumnya membersihkan rak penuh debu; kakak penderita memderita penyakit paru kronik dengan rontgen honeycomb appereance, tidak wheezing.
Pemeriksaan fisik : auskultasi wheezing jelas.
C. Tujuan Penulisan
1. mahasiswa mampu menjelaskan ilmu-ilmu dasar tentang respirasi meliputi anatomi, fisiologi, dan histologi.
2. mahasiswa mampu menjelaskan simptom dan sign penyakit sistem respirasi.
3. mahasiswa mampu menjelaskan mekanisme terjadinya kelainan sel/organ pada penyakit sistem respirasi.
D. Manfaat Penulisan
Dapat membantu mahasiswa memahami dan mencapai tujuan pembelajaran blok sistem respirasi.
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi, Fisiologi, dan Histologi Sistem Respirasi
Secara umum saluran udara pernapasan adalah sebagai berikut : dari nares anterior menuju ke cavitas nasalis, choanae, nasopharynx, larynx, trachea, bronchus primarius, bronchus secundus, bronchus tertius, bronchiolus, bronchiolus terminalis, bronchiolus respiratorius, ductus alveolaris, atrium alveolaris, sacculus alveolaris, kemudian berakhir pada alveolus tempat terjadinya pertukaran udara (Budiyanto, dkk, 2005).
Tractus respiratorius dibagi menjadi 2 bagian : (1) zona konduksi, dari lubang hidung sampai bronciolus terminalis, (2) zona respiratorik, mulai dari bronciolus respiratorius sampai alveolus. Zona konduksi berfungsi sebagai penghangat, pelembab, dan penyaring udara pernapasan. Zona respiratorik untuk pertukaran gas (Guyton, 1997).
Respirasi terdiri dari dua mekanisme, yaitu inspirasi dan ekspirasi. Pada saat inspirasi costa tertarik ke kranial dengan sumbu di articulatio costovertebrale, diafragma kontraksi turun ke caudal, sehingga rongga thorax membesar, dan udara masuk karena tekanan dalam rongga thorax yang membesar menjadi lebih rendah dari tekanan udara luar. Sedangkan ekspirasi adalah kebalikan dari inspirasi (Ganong, 1999).
Respirasi melibatkan otot-otot regular dan otot bantu. Otot reguler bekerja dalam pernapasan normal, sedang otot bantu atau auxiliar bekerja saat pernapasan sesak. Otot reguler inspirasi : m. Intercostalis externus, m. Levator costae, m. Serratus posterior superior, dan m. Intercartilagineus. Otot auxiliar inspirasi : m. Scaleni, m. Sternocleidomastoideus, m. Pectoralis mayor et minor, m. Latissimus dorsi, m. Serrarus anterior. Otot reguler ekspirasi : m. Intercostalis internus, m. Subcostalis, m. Tranversus thorachis, m. Serratus posterior inferior. Otot auxiliar ekspirasi : m. Obliquus externus et internus abdominis, m. Tranversus abdominis, m. Rectus abdominis (Syaifulloh, dkk, 2008).
Secara histologis, saluran napas tersusun dari epitel, sel goblet, kelanjar, kartilago, otot polos, dan elastin. Epitel dari fossa nasalis sampai bronchus adalah bertingkat toraks bersilia, sedang setelahnya adalah selapis kubis bersilia. Sel goblet banyak terdapat di fossa nasalis sampai bronchus besar, sedang setelahnya sedikit sampai tidak ada. Kartilago pada trakea berbentuk tapal kuda, pada bronkiolus tidak ditemukan dan banyak terdapat elastin (Carlos Junqueira, dkk, 1998).
Tanda dan Gejala Kelainan Respirasi
Dispnea atau sesak napas adalah perasaan sulit bernapas ditandai dengan napas yang pendek dan penggunaan otot bantu pernapasan. Dispnea dapat ditemukan pada penyakit kardiovaskular, emboli paru, penyakit paru interstisial atau alveolar, gangguan dinding dada, penyakit obstruktif paru (emfisema, bronkitis, asma), kecemasan (Price dan Wilson, 2006).
Parenkim paru tidak sensitif terhadap nyeri, dan sebagian besar penyakit paru tidak menyebabkan nyeri. Pleura parietalis bersifat sensitif, dan penyakit peradangan pada pleura parietalis menimbulkan nyeri dada.
Batuk adalah gejala umum penyakit pernapasan. Hal ini disebabkan oleh (1) stimulasi refleks batuk oleh benda asing yang masuk ke dalam larink, (2) akumulasi sekret pada saluran pernapasan bawah. Bronkitis kronik, asma, tuberkulosis, dan pneumonia merupakan penyakit dengan gejala batuk yang mencolok (Chandrasoma, 2006).
Pemeriksaan sputum/ dahak sangat berguna untuk mengevaluasi penyakit paru. Sediaan apusan gram dan biakan sputum berguna untuk menilai adanya infeksi. Pemeriksaan sitologi untuk sel-sel ganas. Selain itu, dari warna, volum, konsistensi, dan sumber sputum dapat diidentifikasi jenis penyakitnya.
Hemoptisis adalah batuk darah atau sputum dengan sedikit darah. Hemoptisis berulang biasanya terdapat pada bronkitis akut atau kronik, pneumonia, karsinoma bronkogenik, tuberkulosis, bronkiektasis, dan emboli paru.
Jari tabuh adalah perubahan bentuk normal falanx distal dan kuku tangan dan kaki, ditandai dengan kehilangan sudut kuku, rasa halus berongga pada dasar kuku, dan ujung jari menjadi besar. Tanda ini ditemukan pada tuberkulosis, abses paru, kanker paru, penyakit kardiovaskuler, penyakit hati kronik, atau saluran pencernaan. Sianosis adalah berubahnya warna kulit menjadi kebiruan akibat meningkatnya jumlah Hb terreduksi dalam kapiler (Price dan Wilson, 2006).
Ronki basah berupa suara napas diskontinu/ intermiten, nonmusikal, dan pendek, yang merupakan petunjuk adanya peningkatan sekresi di saluran napas besar. Terdapat pada pneumonia, fibrosis, gagal jantung, bronkitis, bronkiektasis. Wheezing/ mengik berupa suara kontinu, musikal, nada tinggi, durasi panjang. Wheezing dapat terjadi bila aliran udara secara cepat melewati saluran napas yang mendatar/ menyempit. Ditemukan pada asma, bronkitis kronik, CPOD, penyakit jantung. Stridor adalah wheezing yang terdengar saat inspirasi dan menyeluruh. Terdengar lebih keras di leher dibanding di dinding dada. Ini menandakan obstruksi parsial pada larink atau trakea. Pleural rub adalah suara akibat pleura yang inflamasi. Suara mirip ronki basah kasar dan banyak (Reviono, dkk, 2008).
Etiologi dan Klasifikasi Asma
Secara etiologis asma bronkial dibagi menjadi 3 tipe : asma ekstrinsik, intrinsik, dan campuran. Pada golongan asma ekstrinsik, keluhan ada hubungannya dengan paparan alergen lingkungan yang spesifik. Kepekaan ini biasanya dapat ditimbulkan dengan uji kulit atau provokasi bronkial. Tipe ini memiliki sifat-sifat : timbul sejak kanak-kanak (<30 tahun), pada famili ada yang menderita asma atau alergi, ada eksim waktu bayi, sering menderita rinitis. Sedangkan asma tipe intrinsik, keluhan tidak ada hubungan dengan paparan terhadap alergen dan sifat-sifatnya ialah : serangan timbul setelah dewasa (>30 tahun), pada keluarga tidak ada yang menderita asma, sering disebabkan oleh infeksi, ada hubungan dengan beban fisik, bisa ditimbulkan oleh perubahan psikis dan cuaca (Amin, dkk, 1989; Price dan Wilson, 2006).
Patogenesis da Patofisiologi
Yang khas pada asma adalah penyempitan/ obstruksi proksimal dari bronkus kecil yang disebabkan oleh : spasme otot polos bronkus, edema mukosa bronkus, dan sekresi kelenjar bronkus meningkat. Pada asma ekstrinsik, antigen yang dihirup menyatu dengan IgE spesifik pada permukaan sel mast di dalam mukosa respiratorik dan melepaskan histamin. Mediator lain, seperti bradikinin, leukotrin, prostaglandin, dan faktor agregasi platelet juga diproduksi, menyebabkan bronkokonstriksi dan peradangan akut.
Perubahan akibat inflamasi pada penderita asma merupakan dasar kelainan faal. Kelainan patologi yang terjadi adalah obstruksi saluran napas, hiperesponsivitas saluran napas, kontraksi otot polos bronkus, hiperesekresi mukus, keterbatasan aliran udara yang ireversibel, eksaserbasi, asma malam dan analisis gas darah (Rahmawati, dkk, 2003).
Manifestasi Klinis
Asma bronkial dicirikan oleh serangan episodik dispnea, batuk yang memburuk pada malam hari, wheezing/ mengi, dapat menghasilkan sputum kental, lengket, sedikit. Pada serangan berat sering terdapat infeksi bakteri sekunder. Kadang penderita juga mengalami eksim, hay fever, atau riwayat keluarga dengan asma atau alergi atopik.
Diagnosis
Diagnosis ditegakan berdasarkan atas manifestasi klinis dan adanya tanda-tanda reaksi alergi dengan cara uji kulit dan atau uji provokasi bronkus. Uji radiologi tidak menunjukan tanda khas, uji faal paru ditandai dengan menurunnya FEV1.
Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan asma adalah untuk menyelesaikan dan mengontrol manifestasi klinis dari penyakit untuk periode yang lama. Untuk mencapai tujuan tersebut ada 4 komponen terapi yang dibutuhkan, yaitu mengembangkan hubungan dokter-pasien, mengidentifikasi dan mengurangi paparan dari faktor risiko; memperkirakan, mengobati dan memonitor asma; dan mengendalikan serangan asma (GINA, 2007).
PEMBAHASAN

Pada kasus didapatkan perempuan berumur 20 tahun dengan keluhan batuk yang tidak berkurang sejak 3 hari yang lalu. Mulai tadi pagi batuk menjadi berdahak, terasa sesak napas, dan timbul demam. Maka dapat diketahui pada pasien terkumpul gejala-gejala penyakit pernapasan dan inflamasi.
Batuk merupakan upaya pertahanan paru terhadap berbagai rangsangan yang ada. Ini adalah refleks normal untuk melindungi tubuh. Refleks batuk terdiri dari 5 komponen utama : reseptor batuk, serabut saraf aferen, pusat batuk, susunan saraf eferen, dan efektor batuk. Reseptor batuk terdapat di larink, trakea, carina, dan daerah percabangan bronkus. Pada dasarnya mekanisme batuk dibagi menjadi 3 fase : inspirasi, kompresi, dan ekspirasi. Fase inspirasi dimulai dengan inspirasi singkat dan cepat. Kemudian dimulailah fase kompresi dimana glotis akan tertutup selama 0,2 detik. Pada masa ini, tekanan di paru dan abdomen meningkat. Lalu secara aktif glotis membuka dan berlangsung lah fase ekspirasi, udara terdorong keluar menimbulkan batuk. Batuk dapat ditemukan pada penyakit paru obstruktif (COPD, asma, bronkiektasis), penyakit paru restriktif, infeksi, tumor, dan lain-lain.
Dahak/ sputum diproduksi sel goblet dan epitel untuk mengikat kotoran/ benda asing yang masuk ke dalam saluran napas agar lebih mudah dikeluarkan oleh silia. Produksi dahak berlebih ditemukan pada penyakit paru obstruktif, infeksi, asma, dan lain sebagainya.
Sesak napas/ dispnea merupakan gejala penyakit kardiovaskuler, emboli paru, penyakit paru obstruktif dan restriktif, gangguan dinding dada, kecemasan. Pada penyakit obstruktif, dispnea terjadi karena terhalangnya udara saat masuk ke dalam paru akibat sempitnya jalan napas, begitu pun saat ekspirasi.
Pada kasus, pasien juga mengalami demam. Demam adalah salah satu tanda inflamasi dan infeksi. Demam berfungsi untuk mengoptimalkan kerja sel darah putih untuk menyingkirkan zat asing yang masuk ke dalam tubuh.
Bila hanya melihat gejala-gejala ini, semua penyakit yang disebutkan di atas memiliki kemungkinan. Namun, saat dihubungkan dengan hasil pemeriksaan fisik yang berupa wheezing, kemungkinan penyakit semakin sempit. Wheezing didapatkan pada asma, COPD, dan penyakit jantung kongestif. Maka diambil 2 kemungkinan terdekat yaitu asma dan COPD.
Meninjau riwayat penyakit keluarga, kakak pasien menderita penyakit paru kronik dengan gambaran rontgen thorax menunjukan gambaran honeycomb appereance, tetapi tidak pernah ditemukan wheezing. Dari ciri tersebut, kemungkinan kakak pasien menderita bronkiektasis.
Bronkiektasis adalah keadaan yang ditandai dengan dilatasi/ pelebaran bronkus dan bronkiolus. Timbul bila dinding bronkus melemah. Bahan-bahan purulen terkumpul pada bagian yang melebar ini mengakibatkan infeksi yang menetap. Biasanya bronkiektasis disebabkan oleh obstruksi bronkus jangka lama, penyakit fibrokistik pada pankreas; infeksi berulang dan sebagai komplikasi campak, batuk rejan, influenza; atau kelainan kongenital sindrom kartagener. Penyebab yang terakhir ini diturunkan sebagai gen resesif autosomal. Gambaran klinis uatam bronkiektasis adalah batuk kronik yang jarang, sputum mukopurulen berbau busuk, hemoptisis, pada tingkat lanjut penumonia rekuren, malnutrisi, jari tabuh.
Dari gambaran ini, disimpulkan bahwa penyakit pasien tidak ada hubungan genitas/ turunan dengan penyakit kakaknya. Dengan kata lain penyakit pasien berbeda dengan penyakit kakaknya.
Tinggal 2 kemungkinan penyakit pasien : asma dan COPD. COPD terkait dengan 2 keadaan patologis berbeda, yaitu bronkitis kronis dan emfisema. Bronkitis kronis didefinisikan sebagai keadaan peningkatan sekresi mukus bronkial menetap yang menyebabkan batuk kronis dan sputum mukoid. Emfisema adalah pembesaran permanen ruang udara distal dari bronkiolus terminal, biasanya disertai kerusakan parenkim paru. Kerusakan diyakini karena kerja enzim proteolitik yang berlebihan akibat defisiensi enzim alfa1-antiprotease.
Gambaran bronkitis : awitan 20-30 tahun, baru terdiagnosis ± 50 tahun; etiologi karena merokok, polusio udara, cuaca; sputum banyak sekali, dispnea lambat. Sedang gambaran emfisema : awitan 30-40 tahun, baru terdiagnosis ± 60 tahun; etiologi karena genetik, merokok, polusi udara; sputum sedikit, dispnea relatif dini.
Dari gambaran di atas, maka keadaan berbeda dengan pasien. Pasien baru berumur 20 tahun, batuk baru 3 hari, dan sudah terasa sesak. Oleh karena itu COPD sebagaipenyakit pasien dapat disingkirkan. Kemungkinan terdekat adalah asma. Hal ini didukung pula oleh riwayat pasien, dimana sebelum terjadi keluhan, pasien terpapar oleh debu saat membersihkan rak buku.
Menurut The Lung Association of Canada, ada 2 faktor yang menjadi pencetus asma :
  1. pemicu (trigger) yang mengakibatkan bronkokontriksi, antara lain : perubahan suhu dan cuaca, polusi udara, asap rokok, infeksi, emosi, olahraga.
  2. penyebab (inducer) yang mengakibatkan peradangan saluran napas (reaksi hipersensitivitas), yaitu alergen seperti tepung sari, debu, jamur, kotoran binatang.
Pada kasus, debu adalah sebagai faktor pencetus. Selain itu, asma terjadi pada usia < 30 tahun. Berarti pasien menderita asma tipe ekstrinsik.
Saat antigen (dalam debu) terhirup, akan terjadi ikatan dengan IgE spesifik. Lalu IgE akan berikatan pada reseptor Fc yang terdapat pada permukaan sel mastosit dan basofil. Interaksi antigen berulang dengan IgE akan mengaktifkan sel bersangkutan dan pelepasan berbagai mediator yang tersimpan dalam granula sitoplasma sel tersebut. Manifestasi klinik berupa bronkokontriksi, sekresi dahak adalah disebabkan aksi mediator tersebut.
Histamin berasal dari sintesis histidin dalam aparatus Golgi di sel mast dan basofil. Histamin mempengaruhi saluran napas melalui tiga jenis reseptor. Rangsangan pada reseptor H-1 akan menyebabkan bronkokonstriksi, aktivasi refleks sensorik dan meningkatkan permeabilitas vaskular serta epitel. Rangsangan reseptor H-2 akan meningkatkan sekresi mukus glikoprotein. Rangsangan reseptor H-3 akan merangsang saraf sensorik dan kolinergik serta menghambat reseptor yang menyebabkan sekresi histamin dari sel mast. Akhirnya, saluran napas menjadi menyempit sehingga timbulah sesak napas dan wheezing.
Demam pada pasien kemungkinan disebabkan oleh infeksi sekunder. Ketika pasien terpapar alergen dan menjadi batuk-batuk, daya tahan tubuh pasien menjadi melemah, sehingga lebih mudah terkena infeksi. Ditambah lagi dalam keluarganya (kakak pasien) menderita bronkiektasis dimana pada bronkiektasis terjadi infeksi menetap. Pasien dapat tertular oleh kuman dari kakaknya.
Adapun pada kasus, dokter memberi 2 macam obat yang berbeda. Obat-obat tersebut adalah jenis obat pelega atau bronkodilator untuk mengurangi sesak napas dan antibiotik untuk mengobati infeksi.
PENUTUP

KESIMPULAN
Tractus respiratorius dibagi menjadi 2 bagian : (1) zona konduksi, dari lubang hidung sampai bronciolus terminalis, (2) zona respiratorik, mulai dari bronciolus respiratorius sampai alveolus. Zona konduksi berfungsi sebagai penghangat, pelembab, dan penyaring udara pernapasan. Zona respiratorik untuk pertukaran gas.
Tanda dan gejala kelainan respirasi antara lain : dispnea, batuk, sputum, hemoptisis, nyeri dada, jari tabuh, ronki basah, wheezing, stridor, dan pleural rub.
Yang khas pada asma adalah penyempitan/ obstruksi proksimal dari bronkus kecil yang disebabkan oleh : spasme otot polos bronkus, edema mukosa bronkus, dan sekresi kelenjar bronkus meningkat. Pada asma ekstrinsik, antigen yang dihirup menyatu dengan IgE spesifik pada permukaan sel mast di dalam mukosa respiratorik dan melepaskan histamin. Mediator lain, seperti bradikinin, leukotrin, prostaglandin, dan faktor agregasi platelet juga diproduksi, menyebabkan bronkokonstriksi dan peradangan akut.
Perubahan akibat inflamasi pada penderita asma merupakan dasar kelainan faal. Kelainan patologi yang terjadi adalah obstruksi saluran napas, hiperesponsivitas saluran napas, kontraksi otot polos bronkus, hiperesekresi mukus, keterbatasan aliran udara yang ireversibel, eksaserbasi, asma malam dan analisis gas darah.
Pasien di atas menderita asma tipe ekstrinsik.
SARAN
Untuk dapat menegakan diagnosis penyakit pasien di atas perlu dilakukan pemeriksaan penunjang yang lain. Sebaiknya pada pasien dilakukan uji kulit dan uji provokasi bronkus untuk mengetahui tanda-tanda alergi. Selain itu, dilakukan uji faal paru dengan spirometri.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, dkk. 1989. Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga University Press.
Budianto, dkk. 2005. Guidance to Anatomy 2. Surakarta : Keluarga Besar Asisten Anatomi FKUNS.
Carlos Junqueira, Jose Carniero, Robert Kelley. 1998. Histologi Dasar. Jakarta : EGC.
Chandrasoma dan Taylor. 2006. Ringkasan Patologi Anatomi. Ed: ke-2. Jakarta : EGC.
Ganong, William F. 1999. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed: ke-17 . Jakarta: EGC.
GINA. 2007. Pocked Guide for Asthma Management and Prevention. www.ginasthma.com (5 Desember 2008)
Guyton, AC dan Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed: ke-9 . Jakarta: EGC.
Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed: Ke-6. Jakarta: EGC.
Rahmawati, dkk. 2003. Patogenesis dan Patofisiologi Asma. Cermin Dunia Kedokteran No 141. Jakarta : CDK.
Reviono, dkk. 2008. Buku Pedoman Skills Lab Keterampilan Pemeriksaan Fisik Sistem Respirasi Semester III. Surakarta : FKUNS
Syaifulloh, dkk. 2008. Handout Respirasi. Surakarta : Keluarga Besar Asisten Anatomi FKUNS

No comments:

Post a Comment

chitika