1.1. PENGERTIAN
Leukemia
merupakan penyakit neoplastik yang ditandai adanya proliferasi abnormal
dari sel-sel hematopoitik (Sylvia anderson, 1995). Leukimia merupakan
penyait maligna yang disebabkan abnormal overproduksi dari tipe sel
darah putih tertentu, biasanya sel-sel imatur dalam sumsum tulang.
Karakteristi dari leukimia adalah sel-sel yang abnormal, tidak
terkontrolnya proliferasi dari suatu tipe sel darah putih seperti
granulosit, linnfosit, monosit.
1.2. ETIOLOGI LEUKIMIA
· Tidak diketahui penyebabnya.
· Genetik, pada kembar monozigot, syndrome down, insidennya lebih tinggi
· Zat kimia (Benzene, arsen, loromfenikol, fenilbutazon dan agen anti neoplastik)
· Radiasi dan kemoterapi
· Defisiensi immune primer
· Infeksi virus
1.3. KLASIFIKASI LEUKEMIA
Berdasarkan perbedaan tipe luekema diedakan menjadi dua yaitu:
1. Leukemia akut
Leukemia
akut mempunyai kejadian yang cepat dengan tipe yang progresif, dimana
pasien dapat meninggal beberapa hari atau beberapa bulakn jika tidak
diobati.
Menurut
french-American-British (FAB), leukemia akut terdiri dari Leukimia
Limfoblastik akut (LLA) dan Leukemia Myeloid Akut (LMA)
a. Leukemia Limfobasilik Akut (LLA)
Adanya
kerusakan pada limfoid dengan arakteristik proliferasi sel limfoid
imatur pada sumsum tulang. Limpadenopati, hepatosplenomegali dan
gangguan susunan saraf pusat dapat terjadi pada jumlah leuosit sampai
dengan 100.000/mm3.
Secara morfologis LLA dibagi menjadi 3 yaitu:
· L1 : jenis LLA yang paling banyak pada masa anak-anak, sel limfoblas kecil-kecil.
· L2 : LLA pada orang dewasa, sel lebih besar, inti ireguler, populasi sel heterogen.
· L3 : sel-sel besar, populasi sel homogen.
b. Leukemia Myeloid Akut (LMA)
Pada leukemia jenis ini terjadi erusakan dalam pertumbuhan dan pematangan sel megakariosit, monosit, granulosit dan eritrosit. Prognosisnya dalam jangka panjang biasanya jelek.
Menurut FAB, LMA terdiri atas:
· M1 : Myelositik leukkemia akut tanpa diferensiasi
· M2 : Myelositik leukemia akut dengan diferensiasi
· M3 : Promyelositik leukemia akut
· M4 : Myelomonositik leukemia akut
· M5 : Monositik leukemia akut dengan deferensiasi
· M5A : monositik leukemia akut tanpa diferensiasi
· M6 : Eritroleukemia
(Sumber : Joan Luckmann, 1987)
2. Leukemia kronis
Leukemia kronis terdiri dari:
a. Leukemia Myelogenus Kronik (LMK)
Terjadi
akibat kerusakan murni di pluripotent stem cell. Pada pemeriksaan darah
perifer ditemukan juga adanya leukositosis dan trobositosis. Ditemukan
juga adanya peningkatan produksi dari granuosit seperti netropil,
eosinofil dan basofil.
b. Leuemia Lympositik Kronik (LLK)
Karakteristik
leukemia jenis ini adalah adanya proliferasi awal linfosit B. Hasil
pemeriksaan darah perifer ditemukan penngkatan jumlah sel limfosit baik
matur maupun imatur. Peningkatan jumlah limfosit akan menfiltrasi
kelenjar limfe, hati, limpa dan sumsum tulang. Perkembangan penyakit ini
mulai stage 0 - IV sampai dengan 5 tahun.
1.4. PATOFISIOLOGI
Leukemia
mempunyai sifat khas proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel darah
putih dalam sumsum tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal.
Ada dua masalah terkait dengan sel leukemia yaitu adanya overproduksi
dari sel darah putih, kedua adanya sel abnormal atau imatur dari sel
darah putih, sehingga fungsi dan strukturnya tidak normal. Produksi sel
darah putih yang sagat meningkat akan menekan elemen sel darah yang lain
seperti penurunan produsi eritrosit mengakibatkan anemia, trombosit
menjadi menurun mengakibatan trombositopenia dan leukopenia dimana sel
darah putih yang normal menjadi sedikit. Adanya trombositopenia
mengakibatkan mudahnya terjadi perdarahan dan keadaan leukopenia
menyebabkan mudahnya terjadi infeksi. Sel-sel kanker darah putih juga
dapat menginvasi pada sumsum tulang dan periosteum yang daat
mengakibatkan tulang menjadi rapuh dan nyeri tulang. Disamping itu
infilrasi keerbagai organ seperti otak, ginjal, hati, limpa, kelenjar
limfe menyebabkn pembesaran dan gangguan pada organ terkait.
patway
Etiologi
proliferasi sel tidak teratur/akumulasi sel darah putih dalam sumsum tulang
menggantikan elemen sumsum tulang normal sel leukemia
overproduksi dari sel darah putih imatur dari sel darah putih
penurunan produKsi eritrosit leukopenia
mudahnya terjadi infeksi
Sel-sel kanker darah putih trombositopenia
periosteum
perdarahan
menginvasi pada sumsum tulang
|
infiltrasi keberbagai organ seperti
otak, ginjal, hati, limpa,
kelenjar limfe menyebabkn pembesaran dan gangguan pada organ terkait.
1.5. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan leukemia ditentukan berdasarkan klasifikasi prognosis dan penyakit penyerta.
1. Radioterapi
dan Kemterapi, dilakukan etika sel leukemia sudah terjadi
metastasis.kemoterapi dilakukan juga pada fase induksi remisi yang
bertujuan mempertahankan remisi selama mungkin.
2. Terapi modlitas, untu mencegah komplikasi, karen adanya pansitopenia, anemia, perdarahan, infeksi. Pemberian antibiotik dan mungkin transfusi dapat diberikan.
3. Pencegahan terpaparnya mikroorgansme dengan isolasi
Transplantasi
sumsum tulang, transplantasi sumsum tulang merupakan alternatif terbaik
dalm penanganan leukemia. Terapi ini juga biasa dilakukan pada pasien
dengan limphoma, anemia aplastik.
1.6. Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik
a. Hitung
darah lengkap complete blood cell (CBC). Anak dengan CBC kurang dari
10.000/mm3 saat didiagnosis memiliki memiliki prognosis paling baik;
jumlah lekosit lebih dari 50.000/mm3 adalah tanda prognosis kurang baik
pada anak sembarang umur.
b. Pungsi lumbal untuk mengkaji keterlibatan susunan saraf pusat
c. Foto toraks untuk mendeteksi keterlibatan mediastinum.
d. Aspirasi sumsum tulang. Ditemukannya 25% sel blas memperkuat diagnosis.
e. Pemindaian tulang atau survei kerangka untuk mengkaji keterlibatan tulang.
f. Pemindaian ginjal, hati, limpa untuk mengkaji infiltrat leukemik.
g. Jumlah trombosit menunjukkan kapasitas pembekuan. (Betz, Cecily L. 2002. hal : 301-302).
1.7. Gambaran Klinik
Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada penyakit leukemia adalah sebagai berikut :
a) Pilek tidak sembuh-sembuh
b) Pucat, lesu, mudah terstimulasi
c) Demam dan anorexia
d) Berat badan menurun
e) Ptechiae, memar tanpa sebab
f) Nyeri pada tulang dan persendian
g) Nyeri abdomen
h) Lumphedenopathy
i) Hepatosplenomegaly
j) Abnormal WBC (Suriadi & Rita Yuliani, 2001 : hal. 177)
ASUHAN KEPERAWATAN PADA LEUKEMIA
1. Pengkajian
Pengkajian
adalah dasar utama dari proses keperawatan, pengumpulan data yang
akurat dan sistematis akan membantu penentuan status kesehatan dan pola
pertahanan klien, mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien serta
merumuskan diagnosa keperawatan. (Budi Anna Keliat, 1994)
Pengkajian pada leukemia meliputi :
1. Riwayat penyakit
2. Kaji adanya tanda-tanda anemia :
a) Pucat
b) Kelemahan
c) Sesak
d) Nafas cepat
3. Kaji adanya tanda-tanda leucopenia
a) .Demam
b) Infeksi
4. Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia :
a) Ptechiae
b) Purpura
c) Perdarahan membran mukosa
5. Kaji adanya tanda-tanda invasi ekstra medulola :
a) .Limfadenopati
b) Hepatomegali
c) Splenomegali
6. Kaji adanya :
a) Hematuria
b) Hipertensi
c) Gagal ginjal
d) Inflamasi disekitar rectal
e) Nyeri (Suriadi,R dan Rita Yuliani,2001 : 17)
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa pada anak dengan leukemia adalah :
1. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
2. oleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
3. Resiko terhadap cedera : perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah trombosiT
4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
5. Perubahan membran mukosa mulut : stomatitis yang berhubungan dengan efek samping agen kemoterapi
6. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia,
malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis
7. Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia
8. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi, radioterapi, imobilitas.
9. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia atau perubahan cepat pada penampilan.
10. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang menderita leukemia.
11. Antisipasi berduka berhubungan dengan perasaan potensial kehilangan anak.
4. Rencana keperawatan
Berdasarkan diagnosa yang ada maka dapat disusun rencana keperawatan sebagai berikut (Wong,D.L,2004 )
1. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
A. Tujuan : Anak tidak mengalami gejala-gejala infeksi
B. Intervensi :
a) Pantau suhu dengan teliti
Rasional : untuk mendeteksi kemungkinan infeksi
b) Tempatkan anak dalam ruangan khusus
Rasional : untuk meminimalkan terpaparnya anak dari sumber infeksi
c) Anjurkan semua pengunjung dan staff rumah sakit untuk menggunakan teknik mencuci tangan dengan baik
Rasional : untuk meminimalkan pajanan pada organisme infektif
d) Gunakan teknik aseptik yang cermat untuk semua prosedur invasive
Rasional : untuk mencegah kontaminasi silang/menurunkan resiko infeksi
e) Evaluasi keadaan anak terhadap tempat-tempat munculnya infeksi seperti tempat penusukan jarum, ulserasi mukosa, dan masalah gigi
Rasional : untuk intervensi dini penanganan infeksi
f) Inspeksi membran mukosa mulut. Bersihkan mulut dengan baik
Rasional : rongga mulut adalah medium yang baik untuk pertumbuhan organism
g) Berikan periode istirahat tanpa gangguan
Rasional : menambah energi untuk penyembuhan dan regenerasi seluler
h) Berikan diet lengkap nutrisi sesuai usia
Rasional : untuk mendukung pertahanan alami tubuh
i) Berikan antibiotik sesuai ketentuan
Rasional : diberikan sebagai profilaktik atau mengobati infeksi khusus
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
A. Tujuan : terjadi peningkatan toleransi aktifitas
B. Intervensi :
a) Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dala aktifitas sehari-hari
Rasional : menentukan derajat dan efek ketidakmampuan
b) Berikan lingkungan tenang dan perlu istirahat tanpa gangguan
Rasional : menghemat energi untuk aktifitas dan regenerasi seluler atau penyambungan jaringan
c) Kaji kemampuan untuk berpartisipasi pada aktifitas yang diinginkan atau dibutuhkan
Rasional : mengidentifikasi kebutuhan individual dan membantu pemilihan intervens
d) Berikan bantuan dalam aktifitas sehari-hari dan ambulasi
Rasional : memaksimalkan sediaan energi untuk tugas perawatan diri
Rasional : memaksimalkan sediaan energi untuk tugas perawatan diri
3. Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia
A. Tujuan : pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat yang dapat diterima anak
B. Intervensi :
a) Mengkaji tingkat nyeri dengan skala 0 sampai 5
Rasional : informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan atau keefektifan intervensi
b) Jika mungkin, gunakan prosedur-prosedur (misal pemantauan suhu non invasif, alat akses vena
Rasional : untuk meminimalkan rasa tidak aman
c) Evaluasi efektifitas penghilang nyeri dengan derajat kesadaran dan sedasi
Rasional : untuk menentukan kebutuhan perubahan dosis. Waktu pemberian atau obat
d) Lakukan teknik pengurangan nyeri non farmakologis yang tepat
Rasional : sebagai analgetik tambahan
e) Berikan obat-obat anti nyeri secara teratur
Rasional : untuk mencegah kambuhnya nyeri
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi, radioterapi, imobilitas
A. Tujuan : pasien mempertahankan integritas kulit
B. Intervensi :
a) Berikan perawatan kulit yang cemat, terutama di dalam mulut dan daerah perianal
Rasional : karena area ini cenderung mengalami ulserasi
b) Ubah posisi dengan sering
Rasional : untuk merangsang sirkulasi dan mencegah tekanan pada kulit
c) Mandikan dengan air hangat dan sabun ringan
Rasional : mempertahankan kebersihan tanpa mengiritasi kulit
d) Kaji kulit yang kering terhadap efek samping terapi kanker
Rasional
: efek kemerahan atau kulit kering dan pruritus, ulserasi dapat terjadi
dalam area radiasi pada beberapa agen kemoterapi
e) Anjurkan pasien untuk tidak menggaruk dan menepuk kulit yang kering
Rasional : membantu mencegah friksi atau trauma kulit
f) Dorong masukan kalori protein yang adekuat
Rasional : untuk mencegah keseimbangan nitrogen yang negatif
ASUHAN KEPERAWATAN PADA MULTIPEL MIELOMA
1.1.1. PENGERTIAN
Mieloma Multipel adalah suatu kanker sel plasma dimana sebuah clone dari
sel plasma yang abnormal berkembangbiak, membentuk tumor di sumsum
tulang dan menghasilkan sejumlah besar antibodi yang abnormal, yang
terkumpul di dalam darah atau air kemih.
1.1.2. ETIOLOGI
1. Faktor genetik pada orang amerika keturunan afrika lebih banyak terjadi dibandingan keturunan asia
2. Fator lingkungan dan pekerjaan misalnya terpapar industri petrokimia,inssektisida, industri asbes
3. Terpapar radiasi seperti terjadi pada bom atum di jepang angka kejadiannya sangat meningkat
4. Sistem imun
1.1.3. PATOFISIOLOGI
Factor
penyebabnya tidak diketahui,namun kemungkinan terait dengan fator
penuaan, infeksi, alergi obat, terpapar zat-zat toksik dan radiasi.
Pada multipel mieloma sel-sel plasma berproliferasi dengan cepat dalam sumsum tulang dan berkaitan dengan osteoklas activiting factor sehingga
berakibat pada peningatan pemecahan sel-sel tulang. Keadaan ini
mengaibatan pelepasan kalsium-kalsium dalam tulang meningkat dan terjadi
pengeroposan tulang serta terjadi hiperkalsemia. Kerusakan tulang dapat
terlihat secara spesifik adanya “punched out” pada tulang belakang,
tengorak, iga, pelvis, femur, klafikula maupun skappula, dimana sangat
beresiko kompresi pada medulla spinalis yang mengakibatkan terjadi
kelumpuhan serta gejala neurologis lainnya.
Pada
multipel mieloma juga terdapat protein Bence jones yang dapat merusak
tubulus ginjal, sehingga mengakibatkan gagal ginjal. Adanya
hiperkalsemia dan peningkatan asam urat akibat pergantian sel plasma
makin menimbulan resiko batu ginjal dan kerusakan ginjal.
Pembentukan
immunoglobulin abnormal secara berlebihan pada MM akan menekan sistesis
iimunoglobulin normal sehingga resiko infeksi semakin besar. Disisi
lain peningkatan immunoglobulin juga mengakibatkan peningkatan
viskositas darah yang kemudian menyebabkan manifestasi nyeri kepala,
mudah marah dan gangguan vasuler lainnya. Produksi sel-sel plasma yang
berlebihan juga akan menekan produksi dari sel-sel darah seperti
eritrosit, leukosit dan trombosit, akibatnya pasien mengalami anemia,
resio infeksi skunde dan resiko perdarahan.
PATWAY
Fator penuaan, infeksi, alergi obat, terpapar zat-zat toksik dan radiasi.
sel-sel plasma berproliferasi dengan cepat
Produksi sel-sel plasma yang pemecahan sel-sel tulang Pembentukan
immunoglobulin
akibatnya pasien mengalami anemia, hiperkalsemia abnormal
resiko infeksi skunder
dan resiko perdarahan. pelepasan kalsium-kalsium dalam tulang
pengeroposan tulang
resiko infeksi semakin besar
nyeri kepala, mudah marah dan gangguan vasuler lainnya
1.1.4. MANIFESTASI KLINIS
Ø Adany
nyeri tulang pada pelvis, tuang belakang, iga, femur, dn tanda-tanda
fraktur patologis akibat infiltraasi sel-sel plasma, menngkatnya
“osteoclast activating factor” yang menstimulus penhancuran tulang.
Ø Infeksi. Infeksi yang sering terjadi adalah pneumonia dan pyelonefritis. Kuman patogen pada pneumonia disntaranya S Pneumoniae, S Aureus dan K Pneumoniae, sedangkan
kuman penyebab pyelonefritis adalah E Coli dankuman gram negatif
lainnya. Meningkatnya resiko infeksi disebabkan karena menurunnya immun
akibat hipogammaglobulinnemia, dimana terjadi penurunan produsi dan
meningkatnya kerusakan antibodi.
Ø Gagal
ginjal. Gagal ginjal dapat berkembang baik akut maupun ronik, umumnya
disebaban karena hiperkalsemia, kerusakan tubular, hiperurikemia,
infeksi ginjal dan infiltasi lokal sel tumor.
Ø Anemia, disebabkan karena infiltrasi sel umor dalam sumsum tulang yang mengakibatnan penurunan produksi sel darah merah.
Ø Gejala
neurologi, diantaranya kelemahan, keletihan, penurunan kesadaran, nyeri
kepala, perubahan penglihatan, retinopati. Jika terjadi kompresi sumsum
tulang belakang akibat kerusakan tulang belakang dapat mengakibatkan
kelumpuhan dan kehilangan kontrol bowel dan bladder.
Ø Hiperviskositas sepertidanya nyeri kepala, stoke,iskemia miokardiak.
Ø Perdarahan, seperti ekimosis, purpura karena trombositopenia.
Ø Hiperkalsemia
menyebabkan anoreksia, mual, muntah, konstipasi, nyeri abdomen, illeus
dapat berkembang pada egagalan fungsi ginjal.
1.1.5. Penatalaksanaan yang bisa diberikan:
a. Obat pereda nyeri (analgetik) yang kuat dan terapi penyinaran pada tulang yang terkena, bisa mengurangi nyeri tulang.
b. Penderita
yang memiliki protein Bence-Jones di dalam air kemihnya harus bayak
minum untuk mengencerkan air kemih dan membantu mencegah dehidrasi, yang
bisa menyebabkan terjadinya gagal ginjal.
c. Penderita
harus tetap aktif karena tirah baring yang berkepanjangan bisa
mempercepat terjadinya osteoporosis dan menyebabkan tulang mudah patah.
Tetapi tidak boleh lari atau mengangkat beban berat karena
tulang-tulangnya rapuh.
d. Pada penderita yang memiliki tanda-tanda infeksi (demam, menggigil, daerah kemerahan di kulit) diberikan antibiotik.
e. Penderita
dengan anemia berat bisa menjalani transfusi darah atau mendapatkan
eritropoetin (obat untuk merangsang pembentukan sel darah merah). Kadar
kalsium darah yang tinggi bisa diobati dengan prednison dan cairan
intravena, dan kadang dengan difosfonat (obat untuk menurunkan kadar
kalsium). Allopurinol diberikan kepada penderita yang memiliki kadar
asam urat tinggi.
f. Kemoterapi
memperlambat perkembangan penyakit dengan membunuh sel plasma yang
abnormal. Yang paling sering digunakan adalah melfalan dan
siklofosfamid. Kemoterapi juga membunuh sel yang normal, karena itu sel
darah dipantau dan dosisnya disesuaikan jika jumlah sel darah putih dan
trombosit terlalu banyak berkurang. Kortikosteroid (misalnya prednison
atau deksametason) juga diberikan sebagai bagian dari kemoterapi.
g. Kemoterapi
dosis tinggi dikombinasikan dengan terapi penyinaran masih dalam
penelitian. Pengobatan kombinasi ini sangat beracun, sehingga sebelum
pengobatan sel stem harus diangkat dari darah atau sumsum tulang
penderita dan dikembalikan lagi setelah pengobatan selesai. Biasanya
prosedur ini dilakukan pada penderita yang berusia dibawah 50 tahun.
Pada 60% penderita, pengobatan dapat memperlambat perkembangan penyakit.
Penderita yang memberikan respon terhadap kemoterapi bisa bertahan
sampai 2-3 tahun setelah penyakitnya terdiagnosis. Kadang penderita yang
bertahan setelah menjalani pengobatan, bisa menderita leukemia atau
jaringan fibrosa (jaringan parut) di sumsum tulang. Komplikasi lanjut
ini mungkin merupakan akibat dari kemoterapi dan seringkali menyebabkan
anemia berat dan meningkatkan kepekaan penderita terhadap infeksi.
1.1.6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Laboratorium
Anemia normositik normokrom ditemukan pada hampir 70% kasus. Jumlah leukosit umumnya normal. Trombositopenia ditemukan pada sekitar 15% pasien yang terdiagnosis. Adanya sel plasma pada apusan darah tepi jarang mencapai 5%, kecuali pada pasien dengan leukemia sel plasma. Formasi Rouleaux ditemukan pada 60% pasien. Hiperkalsemiadite mukan pada 30% pasien saat didiagnosis. Sekitar seperempat hingga setengah yang didiagnosis akan mengalami gangguan fungsi ginjal dan 80% pasien menunjukkan proteinuria, sekitar 50% proteinuria Bence Jones yang dikonfirmasi dengan imunoelektroforesis atau imunofiksasi. - Radiologi
1. Foto Polos X-Ray
Gambaran
foto x-ray dari multipel mieloma berupa lesi multipel, berbatas tegas,
litik, punch out, dan bulat pada tengkorak, tulang belakang, dan pelvis.
Lesi terdapat dalam ukuran yang hampir sama. Lesi lokal ini umumnya
berawal di rongga medulla , mengikis tulang cancellous, dan secara
progresif menghancurkan tulang kortikal. Sebagai tambahan, tulang pada
pasien mieloma, dengan sedikit pengecualian, mengalami demineralisasi
difus. Pada beberapa pasien, ditemukan gambaran osteopenia difus pada
pemeriksaan radiologi. Saat timbul gejala sekitar 80-90% di antaranya
telah mengalami kelainan tulang. Film polos memperlihatkan:
1. Osteoporosis
umum dengan penonjolan pada trabekular tulang, terutama tulang belakang
yang disebabkan oleh keterlibatan sumsum pada jaringan mieloma.
Hilangnya densitas tulang belakang mungkin merupakan tanda radiologis
satu-satunya pada mieloma multiple. Fraktur patologis sering dijumpai.
2. Fraktur kompresi pada badan vertebra, tidak dapat dibedakan dengan osteoprosis senilis.
3. Lesi-lesi
litik “punch out” yang menyebar dengan batas yang jelas, lesi yang
berada di dekat korteks menghasilkan internal scalloping.
4. Ekspansi tulang dengan perluasan melewati korteks , menghasilkan massa jaringan lunak.
Walaupun
semua tulang dapat terkena, distribusi berikut ditemukan pada suatu
penelitian yang melibatkan banyak kasus : kolumna vertebra 66%, iga 44%,
tengkorak 41%, panggul 28%, femur 24%, klavicula 10% dan scapula 10%.
2. CT-Scan
CT
Scan menggambarkan keterlibatan tulang pada mieloma. Namun, kegunaan
modalitas ini belum banyak diteliti, dan umumnya CT Scan tidak
dibutuhkan lagi karena gambaran pada foto tulang konvensional
menggambarkan kebanyakan lesi yang CT scan dapat deteksi.
3. MRI
MRI
potensial digunakan pada multiple mieloma karena modalitas ini baik
untuk resolusi jaringan lunak. Secara khusus, gambaran MRI pada deposit
mieloma berupa suatu intensitas bulat, sinyal rendah yang fokus di
gambaran T1, yang menjadi intensitas sinyal tinggi pada sekuensi T2.
Namun,
hampir setiap tumor muskuloskeletal memiliki intensitas dan pola
menyerupai mieloma. MRI meskipun sensitif terhadap adanya penyakit namun
tidak spesifik. Pemeriksaan tambahan untuk diagnosis multiple mieloma
seperti pengukuran nilai gamma globulin dan aspirasi langsung sumsum
tulang untuk menilai plasmasitosis. Pada pasien dengan lesi
ekstraosseus, MRI dapat berguna untuk menentukan tingkat keterlibatan
dan untuk mengevaluasi kompresi tulang.
3. Radiologi Nuklir
Mieloma
merupakan penyakit yang menyebabkan overaktifitas pada osteoklas. Scan
tulang radiologi nuklir mengandalkan aktifitas osteoblastik (formasi
tulang) pada penyakit dan belum digunakan rutin. Tingkat false negatif
skintigrafi tulang untuk mendiagnosis multiple mieloma tinggi. Scan
dapat positif pada radiograf normal, membutuhkan pemeriksaan lain untuk
konfirmasi.
1. Angiografi
Gambaran angiografi tidak spesifik. Tumor dapat memiliki zona perifer dari peningkatan vaskularisasi. Secara umum, teknik ini tidak digunakan untuk mendiagnosis multipel mieloma.
Gambaran angiografi tidak spesifik. Tumor dapat memiliki zona perifer dari peningkatan vaskularisasi. Secara umum, teknik ini tidak digunakan untuk mendiagnosis multipel mieloma.
1.1.7. Komplikasi
1. nyeri tulang (terutama pada tulang belakang atau tulang rusuk)
2. pengeroposan tulang sehingga tulang mudah patah.
3. Anemia
4. Infeksi bakteri berulang
5. Gagal ginjal
No comments:
Post a Comment