Saturday 19 December 2015

MANIFESTASI KLINIK DAN PENDEKATAN PADA PASIEN DENGAN KELAINAN SISTEM PERNAPASAN


DIPSNEA
Keluhan yang sering memerlukan penaganan darurat tapi intensitas dan tingkatanya dapat berupa rasa tidak nyaman didada.
DIAGNOSIS
Anamnesis
1.       Keluhan awal
Disebabkan adanya gangguan fisiologis akut seperti asma bronkial, emboli paru, penumotorak, atau infark miokard.
2.       Gejala yang menyertai
Nyeri dada, batuk, sesak nafas, demam, haemoptisis
3.       Paparan lingkungan atau obat – obatan tertentu
Tabel  1 : sebab sesak
Penyakit saluran napas
Asma
Bronkitis kronis
Emfisema
Sumbatan laring
Tertelan benda asing
Penyakit parenkemial
Pneumonia
Gagal jantung kongensif
Adult respiratory distress sindrom (ARDS)
Pulmonary infiltrates eosinopilia (PIE)
Penyakit saluran vaskuler
Emboli paru
Kor pulmonal
Hipertensi paru primer
Penyakit veno – oklusi paru
Penyakit pleura
Pneumo torak
Efusi pleura, haemotorak
Fibrosis
Penyakit dinding paru
Trauma
Penyakit neurologi
Kelainan tulang
 
Pemeriksaan Tanda Vital
1.       Temperatur
2.       Pulsus paradoksus
3.       Frekuensi nafas
Pemeriksaan Umum
1.       Tampilan umum
2.       Kontraksi otot bantu nafas
3.       Tekanan vena jugularis harus dicatat
Pemeriksaan Dada
1.       Palpasi
2.       Perkusi
3.       Auskultasi
Evaluasi Laboratorium
1.       Pemeriksaan dahak
2.       Analasis gas darah arterial
3.       Spirometri / peak flow meter (pada pasien PPOK akan meberi informasi beratnya obstruksi)
4.       Pencitraan / imagging ( rontgen torak / dada )
TATALAKSANA
1.       Saluran nafas
Pemerikasaan orofaring untuk memastikan saluran nafas tidak tersumbat.
2.       Oksigen
Harus diberikan kecuali ada bukti retensi CO2 akan memburuk karena tingginya O2 yang diberikan (FIO2)
3.      Ventilasi mekan
 
 
BATUK
Suatu reflek nafas karena adanya rangsangan reseptor iritan pada saluran nafas. Batuk juga bisa terjadi karena penyakit telinga atau gangguan perut.
DIAGNOSIS
Anamnesis  permulaan, lamanya, ada dahak atau tidak, paparan lingkungan, toksin, atau alergen dan gejala terkait. Namanesis penyakit sebelumnya dapat mengarahkan pada diagnosis saat ini.
Tabel 2 : sebab – sebab batuk
Penyakit saluran nafas akut
Faringitis
Laringitis
Bronkitis
Bronkiolitis
Penyakit saluran nafas kronis
Brokintis
Bronkiektasis
penyakit parenkemial
peneumonia
abses
parasit
penyakit intersisial
-          Granulomas
-          Fibrosing alveolitis
-          Alveolas poteinosis
Penyakit kardiovaskuler
Edema paru
Infark akut
Iritan lingkungan
Gas
Debu
Perubahan temperatur
Benda asing
Saluran napas
Membran timpanik
Neoplasma
Karsinoma paru
Metastasis tumor
Alergi
Demam karena alergi jerami
Renitis vasomotor
Asma bronkial
 
Pemeriksaan fisik
1.       Telinga, adanya benda asing
2.       Nasofaring, adanya nyeri palpasi dan ostia
3.       Leher, melembunganya vena2 leher
4.       Dada, kelainan pada palpasi, perkusi, auskultasi
5.       Abdomen, adanya masa atau peradangan subdiafragma
Pemeriksaan Dahak
1.       Pewarnaan gram dan BTA
2.       Kultur mikrobakteri dan jamur
3.       Pemeriksaan sitologi
4.       Pewarnaan silver
Pencitraan
1.       Foto torak
2.       Foto sinus (untuk pasien nyeri palpasi sinus)
TATALAKSANA
Batuk akut
Pemberian codein fosfat dan dapat di ulangi setiap 6 jam
Batuk kronik
1.       Antitusif
-        Obat sentral : kodein fosfat 15 – 30 mg setiap 6 jam, dextrometorfan15 – 30 mg setiap 4 – 6 jam
-        Obat perifer : benzontat, anastetik topikal
2.       Mukolitik : asetilsistein dapat diuapkan dengan nebulizer untuk mengencerkan dahak.
3.       Hidrasi oral maupun infus
4.       Ekspektoran
HEMOPTISIS
Batuk darah yang disebabkan lesi pada saluran nafas / paru.
DIAGNOSIS
Ananmnesis
1.       Volume dan frekuensi batuk darah
2.       Sumber paling umum berupa nasodaring (mimisan)
3.       Riwayat penyakit sebelumnya
4.       Gejala lain yang berhubungan
-        Demam dan batuk produktif mengisyaratkan infeksi
-        Penurunan berat badan yang signifikan mengisyaratkan kanker paru atau infeksi kronis.
Pemeriksaan fisik
1.       Nasofaring
2.       Jantung
3.       Dinding dan riongga dada
Pemeriksaan Laboratorium
1.       Pemeriksaan darah lengkap
2.       Pemeriksaan hemostase berupa waktu protrombin (PT) dan waktu tromboplastin parsial (aPTT)
3.       Analisis gas dara arterial
4.       Pemeriksaan dahak
Pencintraan
1.       Radiografi dada
2.       Anteriografi bronkial selektif
Bronkoskopi
Saluran nafas dapat divisualisasikan dengan bronkoskop kaku atau fiberoptik.
TATALAKSANA DARURAT
Hemoptasis masif
1.       Terapi umum
-        Mempertahankan terbukanya saluran nafas
-        Memiringkan paien ke arah paru yang mengalami perdarahan
-        Menekan batuk
-        Pertahankan tekanan darah
2.       Terapi bedah, apapbila perdarahan tidak berhenti maka dilakukan torakotomi.
3.       Terapi adjuvantibus
Streaking dan hemoptasis ringan
1.       Terapi dasar, pasien harus istirahat total dengan paru yang mengalmi perdarahan berada dibawah.
2.       Terapi spesifik, pengobatan atas penyebab perdarahan.
NYERI DADA PLEURITIK
Berupa nyeri tajam menusuk terlokalisir pada suatu titik ditorak.
DIAGNOSIS
Anamnesis
1.       Terjadi tiba –tiba
2.       Demam dan batuk produktif
3.       Hemoptisis tiba – tiba curiga emboli paru
4.       Penyakit autoimun dikaitkan dengan pleura non spesifik
Pemeriksaan Fisik
1.       Melemahnya bunyi nafas
2.       Adanya friction rub
Pemeriksaan Penunjang : imagging / rontgen torak
TATALAKSANA
Dapat dikurangi dengan indometasin 25 mg oral 3x1 hari dan diteruskan dengan mengobati penyakit dasarnya.
NYERI DADA TRAKEOBRONKITIS
DIAGNOSIS
Anamnesis ; nyeri dapat berlangsung berjam – jam hingga berhari – hari
Pemeriksaan Fisik : hanya ditemukan ronkhi kasar.
TATALAKSANA
Pengobatan atas penybabnya adalah terpai utama. Terapi simptomatik : kodein fosfat 15 – 30 mg 3 – 4 x/hari.



 
PENEUMONIA
 
 


DEFINISI
Penenumnia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru distal dari bronkioulus terminalis yang mencakup bronkioulus respiratorius alveoli serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas.
PATOGENESIS
Proses patogenesis terkait 3 faktor : imunitas, mikroorganisme, dan lingkungan. Cara terjadinya penularan berkaitan dengan jenis kuman, misal streptococus pneumonae melalui droplet, stapilococus melalui selang infus, dan P. Airogenosa melalui ventilator.
ETIOLOGI
Etiologi peneumonia berbeda – beda pada berbagai tipe, dan hal ini berdampak pada obat yang akan diberikan.mikroorgaisme yang sering adalah bakteri, dan jenisnya berbeda pada setiap tempat. Karena itu perlu diketahui pola kuman disuatu tempat. Indonesia belum punya data pola kuman, maka data luar negeri bisa digunakan sebagai acuan, meskipun kurang tepat.
Tabel 3 : kalisifiksai peneumonia
Peneumonia komunitas
 
Penumonia nosokomial
Penumonia rekurens
 
 
Penumonia aspirasi
Pneumonia pada gangguan imun
Sporatus atau endemik : muda atau orangtua
Didahului perawatan RS
Terjadi berulangkali, berdasarkan penyakit paru kronik.
Alkohol, usia tua
pasien transpaltasi, okologi, aids
 
DIAGNOSIS
Anamnesis
1.       Evaluasi faktor pasien
2.       Bedakan lokasi infeksi
3.       Usia pasien
4.       Awitan
Pemeriksaan fisik
1.       Awitan akut biasanya oleh kuman patogen
2.       Awitan yang lebih isiedous biasanya oleh kuman oportunistik
3.       Tanda – tanda : demam, sesak nafas
4.       Warna, konsistensi, dan jumlah sputum.
Pemeriksaan Penunjang
1.       Radiologi
2.       Laboratorium
3.       Bakteriologis
4.       Titer antibodi terhadap virus legionella dan lekoplasma
PENATALAKSANAAN
1.       Antibotik empirik, pada dasarnya terapi untuk peneumonia adalah anti biotik,tetapi harus mempertibangkan jenis anti biotik yang harus dipakai dengan memperhatika berbagai faktor :
-        Faktor pasien
-        Faktor antibiotik
-        Faktor farmakologis



 
PENEUMONIA BENTUK KHUSUS
 
 


PENENUMONIA ASPIRASI
Proses terbawanya bahan yang berda di orofaring pada saat respirasi ke saluran nafas bawah dan dapat mengakibatkan kerusakan tergantung pada jenis bahan yang terespirasi serta daya tahan tubuh.
PATOFISIOLOGI
Faktor predisposisi
1.       Penurunan kesadaran yang mengganggu proses penutupan glotis
2.       Disfagia skunder
3.       Kerusakan sfingter esofagus oleh selang nasogastrik.
Luas dan beratnya kondisi pasien tergantung volume dan keasaman asam lambung yang ter aspirasi
ETIOLOGI
Kerusakan terjadi secara endogen oleh kuman orofaring. Kuman patogen biasanya berupa kuman an aerob obligat (41 – 46 % ) yang terdapat disekitar gigi dan dikeluarkan melalui lidah. Manifestasi peneumonia aspirasi dapat berupa bronkopneumoni, peneumoni lobar, penumonia nekrotikan, atau abses paru dan dapat diikuti empiema.
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakan berdasarkan gambaran klinis yang menyokong adanya kemungkinan aspirasi yaitu pasien yang mendadak batuk dan sesak nafas sesudah makan atau minum. Umumnya pasien datang setelah 1 – 2 minggu mengalami aspirasi denga keluhan demam, menggiggil, nyeri pleuritik, batuk, dan dahak puluren bau (50% kasus). Kemudian bisa ditemukan nyeri perut, anoreksia, dan penurunan berat badan.
TERAPI
Posisi semi flowler, pada pasien disfagia perlu pasang selang nasogastrik. Pada PAK terapi empirik harus mencakup patogen anaerob, pada PAN mencakup gram negatif. Peneumonia PA dengan tipe yang didapat di masyarakat diberikan penisilin atau sefalosporin generasi 3, bila pinisilin tidak mempan atau alergi maka gunakan klindamisin 600 mg IV/8jam.
Tidak ada patokan pasti lamanya terapi. Antibiotik perlu diteruskan hingga kondisi pasien baik.
KOMPLIKASI
1.       Gagal nafas
2.       Empiema
3.       Abses paru
4.       Super infeksi paru
PNEUMONI PADA GANGGUAN IMUN
Pada pasien dengan gangguan imun ada faktor predisposisi berupa kekurangan imunitas akibat proses penyakit atau akibat terapi. Gangguan ini terdapat dalam berbagai kategori abnormalitas yaitu mekanisme pertahanan tubuh misal imunoglobulin, defek sel granulosit, defek fungsi sel T. Bentuk pneumoni yang terjadi tergantung dari bentuk defek imunitas tersebut.
PENEUMONIA USIA LANJUT
Peneumonia komunitas pada usia 60 tahun keatas. Terdiri dari yang tinggal di rumah maupun rumah perawatan.gamabaran klinis yang ditemukan umumnya berbeda dengan gamabaran klinis usia yang lebih muda. Yaitu denga onset yang insidius, sedikit batuk, dan demam ringan, dan sering disertai dengan gangguan mental / bingung, dan lemah, kelainan fisik paru biasanya ringan.
PENUMONIA KRONIK
1.       Pneumonia infektif
Pneumonia yang berkembang dan berlangsung berminggu – minggu sampai berbulan – bulan yang disebabkan infeksi bakteri atau cacing.
2.       Pneumonia non ifektif
Antara lain pada pneumonia intertitial kronik yang disebabkan oleh proses degenratif yang menybabkan terjadinya inflamasi dan proses fibrosis pada alveolar yang diikuti indurasi dan atrofi paru.
PNEUMONIA BENTUK LAIN.
Pneumonia Rekurens
Disebut rekurens bila dijumpai 2 atau lebih episode infeksi paru non Tb, dengan berjarak waktu lebih dari 1 bulan,dan disertai fibris,gambaran infiltrat paru, dan umumnya disertai sputum purulen,leukositosis dan respon terhadap anti biotik yang baik. Pneumonia rekuren sering berhubungan dengan keadaan patologik intratorak. Penyakit intratorak yang tersering dijumpai berhubungan dengan PR adalah PPOK, gagal jantung kongesif, bronkiektasis, benda asing pada bronkial, tumor endobronkial, TB paru, asma dan pasca operasi paru.
PENYAKIT PARU EOSINOFILIK
Manifestasinya sebagai penyakit yang sistemik. Hiperosinofilia mungkin tidak terdapat pada daerah perifer.  Diagnosis ditegakan berdasarkan gambarab klinis, hasil lab, gambaran radiologi, hasil cucian bronkus, dan jika diperlukan, dilakukan biopsi paru.
PNEUMONIA RESOLUSI LAMBAT
Dikatakan bila pneumonia mengalami resolusi lambat yaitu bila pennguarangan gambaran konsolidasi pada foto torak lebih kecil dan 50% dalam 2 minggu serta berlangsung lebih dari 21 hari.



 
TRANSPLATASI PARU
 
 


TRANSPLATASI PARU UNILATERAL DAN BILATERAL
Sejak 1994 jumlah operasi yang berhasil dilakukan tiap tahun antara 1300 – 1500 operasi. Indikasi transplatasi paru adalah PPOK, fibrosis kristik, emfiesema defisiensi α1- antitripsin dan hipertensi paru primer. Transplatasi unilateral dilakukan pada pasien PPOK dan fibrosis paru ideopatik. Transplatasi bilateral untuk untuk fibrosis kristik.
TRANSPLATASI JANTUNG PARU
Transplatasi jantung paru dilakukan pada pasien <18 tahun. Indikasi transplatasi jantung paru adalah penyakit jantung kongenital, hipertensi paru primer, dan fibrosis kristik. Waktu paruh transplatasi jantung paru 2,8 tahun.
TABEL KONTRA INDIKASI
Tabel 1 kontra indikasi relatif
-        Osteoporosis simtomatik dan asimptomatik harus diterapi sebelum transplantasi.
-        Penyakit muskuloskeletal berat daerah dada
-        Pasien yang sedang mendapat terapi ortikosteroid harus <20mg/hari
-        Obesitas dan kakeksia
-        Pasien harus bebas dari penggunaan zat selama 6 bulan
-        Selesaikan masalah psikososial
-        Kebutuhan ventilasi infasif
-        Pasien dengan kolonisasi jamur dan mikrobakteri
 
 
 
Tabel 2 kontra indikasi absolut
-        Adanya gagal organ lain seperti hati dan ginjal
-        HIV +
-        Hepatitis
 
KANDIDAT PENYAKIT UNTUK TRANSPLATASI PARU
1.       Hipertensi paru primer
2.       PPOK da enfiesema
3.       Fibrosis paru ideopatik
4.       Fibrosis kistik
5.       Penyakit jantung kongenital dengan hipertensi pulmonal
KRITERIA DONOR
1.       Tidak merokok
2.       paCO2 (dengan O2 inspirasi 100%) >300mmhg (pre – removal / pre operasi) dan PEEP 5mmgh, foto torak bersih.
3.       Sputum bronkoskopi tidak purulen
4.       Ukuran paru kurang lebih sama dengan resipen
5.       Sudah mendapat pre terapi dengan protasiklin
PERAWATAN PASCA OPERASI
1.       Penaganan hemodinami : mencegah edema paru akibat drainase limfatik dan kerusakan kapiler.
2.       Ventilas mekanik
3.       Bronkoskopi
4.       Pencegahan infeksi
5.       Terapi imunosupresif
 
 
TATALAKSANA KOMPLIKASI
Komplikasi pasca operasi seringnya infeksi dan reaksi penolakan akut. Kemudian diikuti oleh penyakit poliferatif pasca transplatasi dan sindrom oblitrans bronkiolitis. Hingga saat ini belum ada metode deteksi dini yang tepat sehingga revisi kalsifikasi sindrom bronkiolitis oblitrans yang baru diharapkan dapat mendeteksi dini penyakit dan segera diberikan terapi imunosupresif.
TRANSPLATASI PARU PADA ANAK
Transplatasi pada anak terus berkembang. Jenis imunosupresif yang digunakan sama dengan dewasa. Indikasinya juga sama dengan dewasa.


 


 
OBSTRUKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
 
 


ETIOLOGI

Obsyruksi saluran nafas akut disebabkan oleh fungsional atau mekanis. Sebab – sebab fungsional adalah kelainan pada sistem saraf pusat dan disfungsi neuromuskuler.

GEJALA KLINIS

1.       Pasien tidak bisa bernafas dan berbicara

2.       Batuk

3.       Pasien memegang kerongkongan

4.       Agitasi

5.       Panik

6.       Nafas yang tersengal – sengal

7.       Sianosis

8.       Tercekik

LARINGOSKOPI

1.       Laringoskopi indirect dilakukan pada pasien yang stabil dan kooperatif

2.       Laringoskopi direct pemakaian alat ini memungkinkan mengambil benda asing yang menyumbat dan membersihkan darah.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Rontgen leher anterior – posterior dan lateral

PENATALAKSANAAN

Jika pasien tidak sadar, laringoskopi direct dapat dilakukan untuk melihat semua sumbatan. Intubasi indotrakeha dapat dilakukan dengan :

1.       Intubasi fiber optik

2.       Intubasi reroged

3.       Intubasi nasotrakheal

4.       Intubasi laringoskopi direct dengan anstesi umum

Tindakan pembedahan

1.       Ventilasi jet trans trakheal perkutan

2.       Krikotiroidotomi

3.       Trakheostomi.

KONDISI KLINIS YANG SERING MNYEBABKAN OBSTRUKSI JALAN NAFAS AKUT

1.       Disebabkan oleh benda asing

2.       Komparesi diluar saluran saluran nafas

3.       Kompresi didalam saluran nafas

-        Jejas inhalasi

-        Epiglotitis

-        Manifestasi alergi

4.       Edema laring setelah tindakan ekstubasi

OBSTRUKSI SALURAN PERNAPASAN TENGAH AKUT

Gejala Klinis Dan Diagnosis

Belum ada penelitian secara prospektif yang melaporkan tentang manfaat diagnosis secara klinis maupun kelainan gambaran radiologi pada seseorang yang dicurigai adanya aspirasi benda asing. Penelitian biasanya dilakukan secara retrospektif. Diagnosis aspirasi benda asing memiliki kesulitan tersendiri karena pasien tidak selalu menceritakan adanya riwayat perasaan seperti tercekik. Bronkoskopi fiber optic merupakan pilihan prosedur diacnostic untuk kasus aspirasi benda asing.

 

PENATALAKSANAAN

1.       Tahap stabilisasi

Pada pasien dengan kondisi stabil, tes fungsi paru bias dilakukan. Pasien dengan obstruksi berat diharapkan mendapat jaminan O2 dan ventilasi

2.       Tahap intervensi

Setelah diagnosis ditegakan, perlu dipikirkan waktu dan tindakan yang tepat untuk mengatasi maslah tadi. Ekstrasi benda asing harus segera dilakukan . pengambilan bias dilakukan dengan mengguanakan rigid bronkoskopi atau flexible bronkoskopi.

OBSTRUKSI SALURAN PERNAPASAN BAWAH AKUT

ASMA AKUT

Patofisiologi

Pemicu yang beberbeda – beda dapat menyebabkan eksaserbasi asma karena inflamasi saluran nafas atau bronkospasme akut. Beberapa hal diantaranya :

1.       Allergen

2.       Polusi udara

3.       Saluran nafas

4.       Infeksi saluran nafas

5.       Kecapekan

6.       Perubahan cuaca

7.       Makanan

8.       Obat

9.       Ekpresi emosi yang berlebihan

Allergen akan memicu bronkokontriksi akiabt pelepasan Ig – E dpendent dari mast sel saluran pernapasan dari mediator, termasuk diantarnya histamine, prostaglandin, leukotrin sehingga akan terjadi kontraksi otot polos.

EVOLUSI SERANGAN ASMA

Ada 2 mekanisme :

1.       Tipe I     : serangan asma akut tipe lambat

2.       Tipr II     : serangan yang dominan karena telah terjadi broncospasme dan pasien memperlihatkan serangan asma yang muncul tiba – tiba atau mendadak yang ditandai dengan obstruksi jalan nafas yang berkembang sangat cepat.

DIAGNOSIS

Hal yang harus dikaji adalah :

1.       Riwayat penyakit

2.       Pemeriksaan fisik

3.       Pemeriksaan penunjang

-        Pulse oxymetri

-        Analisa gas darah

-        Rontgen torak

-        Monitor irama jantung

-        Respon terhadap terapi

PENATALAKSANAAN

1.       Oksigen

2.       Inhalasi β2 – agonis

Antikolinergik

Penggunakan berdasarkan asumsi terdapat penngkatan tonus vegal saluran pernapasan pada pasien asma akut. Tetapi efeknya tidak sebaik β2-agonis. Penggunaan ipraftropium bromide secara inhalasi sebagai bronkodilator awal. Dosis 4x semprot (80mg) tiap 10 menit dengan MDI 500mg tiap 20 mnt.

Kortoikosteroid

Pemberian kortikosteroid secara sistemik kecuali eksaserbasinya ringan. Agen ini tidak bersifat bronkodilator tapi efrktif menurunkan inflamasi saluran nafas. Pemberian hidrokortison 800mg atau 160mg metilprednisolon dalam 4 dosis terbagi setiap harinya umumnya sudah memberikan efek yang adekuat.

Teofilin

Pengguanaan tepfilin sebagai monoterapi tidak seefektif β2-agonis. Pemberian aminopilin + β2-agonis perinhalasi, tidak memberikan efek yang bermakna. Tapi malah member efek samping seperti tremor, mual, cemas dan taki aritmia. Obat ini boleh diberikan hanya jika pasien jika merspon terapi setandar. Pemberian loading doses 6mg/kg dalam >30 menitdilanjutkan per infuse 0,5 mg/kg BB/jam. Rekomnedasi kadar teofilin dalam darah tidak lebih 8-18 mg/ml.

Magnesium Sulfat

Dosis yang biasa diberikan 1,2 – 2 g intravena dalam waktu >20 menit. Obat ini tidak dianjurkan untuk pemberian secara rutin.

Heliox

Serangan asma akut dapat menyebabkan turbulensi, hal tersebut dapat dikurangi dengan meberi udara yang densitas rendah dan vikositas nya tinggi seperti heliox.

Antagonis Leukotrin

Pada suatu penelitian, pemberian dua  macam obat zafir;ukast oral 20 mg dan 160 mg pada pasien asma akut memeperlihatkan perbaikan fungsi paru dan sesak nafas berkurang. Pada pasien asma akut refrakter yang suda dapat β2-agonis pemberian montelukast intravena akan meningkatkan FEV.

DIAGNOSIS PPOK EKSASERBASI AKUT

Eksaserbasi akut biasanya disebabkan oleh infeksi (bakteri dan virus), bronkospasme, polusi udara atau obat golongan sedative.

Pemeriksaan yang diperlukan

1.       Tes fungsi paru

2.       Pemeriksaan analisis gas darah

3.       Foto thoraks

4.       Elektrokardiografi

5.       Kultur dan sensitivitas kuman

MANAJEMEN PPOK EKSASERABASI AKUT

Manajemen di Rumah

1.       Bronkodilator

2.       Glukokortikosteroid

3.       Antibiotic

4.       Stop merokok

Manajemen dirumah sakit

1.       Bronkodilator kerja cepat : β2 – agonis dan antikolinergik dosis dan ferkuensi pemberian ditingkatkan.

2.       Steroid : oral / intravena

3.       Pertimbangan teofilin oral / intravena (controversial )

4.       Pertimbangan ventilator mekanik infasif

Obat – obat tambahan lain

1.       α 1 antitripsin : diberikan pada pasien enfisema muda

2.       Mukolitik

3.       Antioksidan : hanya untuk pemberian akut, tidak untuk rutin

4.       Antitusif dan narkotik : pemberian rutin adalah kontraindikasi.

INTUBASI ENDOTRAKHEA DAN TRAKHEOSTOMI

Intubasi endotrakhea :

1.       Pilih laringoskop yang ukuranya sesuai dengan besar pasien

2.       Mulut dibuka dengan jari tangan kanan, tangan kiri memegang laringoskop kemudian daun laringoskop dimasukan diatas lidah dari sudut mulut sebelah kanan.

3.       Daun laringoskop didorong kea rah orofaring sambil menggeser lidah kesebelah kiri ruang mulut.

4.       Rahang bawah didorong kebawah sambil menarik laringoskopo sesuai dengan sumbu pegangnya sehingga terlihat epiglottis.

5.       Bila menggunakan laringoskop berdaun lengkung, ujung daun diletakan diatas epiglotisdan epiglot diangkat secara tak langsung dengan menarik frenulum glosoepiglotika. Tampaklah pita suara dan lubang tenggorokan

6.       Dengan tangan kanan masukan pipa endotrakheal kedalam laring.

Trakheostomi :

1.       Posisi pasien tidur terlentang dengan kantong pasir dibawah bahu untuk membantu mengekstensi leher. Dagu harus difiksasi tepat ;pada garis tengah.

2.       Disinfektan daerah operasi

3.       Lakukan anastesi local infiltrasi, bias tanpa anastesi untuk kasus darurat.

4.       Lakukan insisi didaerah segitiga yang bebas dari  pembuluh darah, dengan batas cranial : kartilago korkiedea, lateral : m. sternokloido – mastoideus, kaudal : fosa supra sterna

5.       Insisi dapat dilakukan secara tranversal atau vertical

6.       Insisi vertical digaris media mulai tepi bawah kartilago krikoid sampai fosa supra sterna.

7.       Insisi diperdalam sampai ke permukaan trakea. Jangan terlalu banyak memotong pembuluh darah. Bekerjalah secara tumpul muntuk memisah – misahkan jaringan

8.       Kulit, jaringan subkutan dan strap muscle diretraksi ke lateral untuk memaparkan ismusteroid. Vena jugularis anterior dapat ditemukan, jika ada harus dipotong dan di ikat.ismus steroid harus diretraksi ke atas atau ke bawah atau dipotong diantara 2 ikatan tergantung mana yang paling mudah dan memberikan pandangan terbaik.

9.       Sebelum mengiris trachea sebaiknya dipungsi dulu dan jika yang keluar udara berarti trachea.

10.   Cincin trachea yang sering dipotong adalah III/IV bias juga V/VI

11.   Kanul trachea hendaknya dipilih dengan diameter dan bentuk yang sesuai, biasanya sebesar jari kelingking pasien.

12.   Sebelum kanul diamsukan, lebih baik di tetesi dengan pantokain 1 – 2 tts untuk mengurangi rangsangan pada mukosa.

13.   Kanul dimasukan dari samping kiri pasien dan setelah ujungnya masuk kemudian diputar searah jarum jam. Setelah kanul terpasang obturator segera diangkat. Antara kanul dan luka iris, diberi salep smteril.

14.   Sisa luka insisi dijahit dengan catgut tapi jangan terlalu rapat untuk menghindari enfiesema sub akut.

15.   Kanul bagian luar difiksasi dengan pita melingkar leher. Lubang kanul ditutup dengan kasa basah tipis untuk menghindari masuknya partikel – partikel kecil dan melembabkan pernapasan.

No comments:

Post a Comment

chitika