Friday 11 March 2011

askep jantung coroner & epiktaksis


Anda sedang membaca artikel dalam kategori :

Asuhan Keperawatan, Keperawatan Dewasa

Askep Epistaksis

Pengertian
Hidung berdarah (Kedokteran: epistaksis atau Inggris: epistaxis) atau mimisan adalah satu keadaan pendarahan dari hidung yang keluar melalui lubang hidung. Sering ditemukan sehari-hari, hampir sebagian besar dapat berhenti sendiri. Harus diingat epitaksis bukan merupakan suatu penyakit tetapi merupakan gejala dari suatu kelainan.
Ada dua tipe pendarahan pada hidung:
• Tipe anterior (bagian depan). Merupakan tipe yang biasa terjadi.
• Tipe posterior (bagian belakang).
Dalam kasus tertentu, darah dapat berasal dari sinus dan mata. Selain itu pendarahan yang terjadi dapat masuk ke saluran pencernaan dan dapat mengakibatkan muntah.
Etiologi
Secara Umum penyebab epistaksis dibagi dua yaitu Lokal dan Sistemik.
Lokal
Penyebab lokal terutama trauma, sering karena kecelakaan lalulintas, olah raga, (seperti karena pukulan pada hidung) yang disertai patah tulang hidung (seperti pada gambar di halaman ini), mengorek hidung yang terlalu keras sehingga luka pada mukosa hidung, adanya tumor di hidung, ada benda asing (sesuatu yang masuk ke hidung) biasanya pada anak-anak, atau lintah yang masuk ke hidung, dan infeksi atau peradangan hidung dan sinus (rinitis dan sinusitis)
Sistemik
Penyebab sistemik artinya penyakit yang tidak hanya terbatas pada hidung, yang sering meyebabkan mimisan adalah hipertensi, infeksi sistemik seperti penyakit demam berdarah dengue atau cikunguya, kelainan darah seperti hemofili, autoimun trombositipenic purpura.
Selain itu ada juga penyebab lainnya, diantaranya:
Trauma, Perdarahan hidung dapat terjadi setelah trauma ringan, misalnya mengeluarkan ingus secara tiba-tiba dan kuat, mengorek hidung, dan trauma yang hebat seperti terpukul, jatuh atau kecelakaan. Selain itu juga dapat disebabkan oleh iritasi gas yang merangsang, benda asing di hidung dan trauma pada pembedahan.
Infeksi, Infeksi hidung dan sinus paranasal seperti rhinitis atau sinusitis juga dapat menyebabkan perdarahan hidung. Neoplasma, Hemangioma dan karsinoma adalah yang paling sering menimbulkan gejala epitaksis. Kongenital, Penyakit turunan yang dapat menyebabkan epitaksis adalah telengiaktasis hemoragik herediter. Penyakit kardiovaskular, Hipertensi dan kelainan pada pembuluh darah di hidung seperti arteriosklerosis, sirosis, sifilis dan penyakit gula dapat menyebabkan terjadinya epitaksis karena pecahnya pembuluh darah.
Kelainan Darah
Trombositopenia, hemophilia, dan leukemia
Infeksi sistemik
Demam berdarah, Demam tifoid, influenza dan sakit morbili
Perubahan tekanan atmosfer
Caisson disease (pada penyelam)
Patofisiologi
Semua pendarahan hidung disebabkan lepasnya lapisan mukosa hidung yang mengandung banyak pembuluh darah kecil. Lepasnya mukosa akan disertai luka pada pembuluh darah yang mengakibatkan pendarahan.
Manifestasi Klinis
Perdarahan dari hidung, gejala yang lain sesuai dengan etiologi yang bersangkutan. Epitaksis berat, walaupun jarang merupakan kegawatdaruratan yang dapat mengancam keselamatan jiwa pasien, bahkan dapat berakibat fatal jika tidak cepat ditolong. Sumber perdarahan dapat berasal dari depan hidung maupun belakang hidung. Epitaksis anterior (depan) dapat berasal dari pleksus kiesselbach atau dari a. etmoid anterior. Pleksus kieselbach ini sering menjadi sumber epitaksis terutama pada anak-anak dan biasanya dapat sembuh sendiri. Epitaksis posterior (belakang) dapat berasal dari a. sfenopalatina dan a. etmoid posterior. Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti sendiri. Sering ditemukan pada pasien dengan hipertensi, arteriosklerosis atau pasien dengan penyakit jantung. Pemeriksaan yang diperlukan adalah darah Lengkap dan fungsi hemostasis.
Epidemiologi
Epistaksis jarang ditemukan pada bayi, sering pada anak, agak jarang pada orang dewasa muda, dan lebih banyak lagi pada orang dewasa muda. Epistaksis atau perdarahan hidung dilaporkan timbul pada 60% populasi umum. Puncak kejadian dari epistaksis didapatkan berupa dua puncak (bimodal) yaitu pada usia <10 tahun dan >50 tahun.
Komplikasi
Mencegah komplikasi, sebagai akibat dari perdarahan yang berlebihan, dapat terjadi syok atau anemia, turunnya tekanan darah yang mendadak dapat menimbulkan infark serebri, insufisiensi koroner, atau infark miokard, sehingga dapat menyebabkan kematian. Dalam hal ini harus segera diberi pemasangan infus untuk membantu cairan masuk lebih cepat. Pemberian antibiotika juga dapat membantu mencegah timbulnya sinusitis, otitis media akibat pemasangan tampon. Kematian akibat pendarahan hidung adalah sesuatu yang jarang. Namun, jika disebabkan kerusakan pada arteri maksillaris dapat mengakibatkan pendarahan hebat melalui hidung dan sulit untuk disembuhkan. Tindakan pemberian tekanan, vasokonstriktor kurang efektif. Dimungkinkan penyembuhan struktur arteri maksillaris (yang dapat merusak saraf wajah) adalah solusi satu-satunya




























Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Urolithiasis

Urolithiasis adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan oksalat, calculi (batu ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal. Urolithiasis terjadi bila batu ada di dalam saluran perkemihan. Batu itu sendiri disebut calculi. Pembentukan batu mulai dengan kristal yang terperangkap di suatu tempat sepanjang saluran perkemihan yang tumbuh sebagai pencetus larutan urin.
Calculi bervariasi dalam ukuran dan dari fokus mikroskopik sampai beberapa centimeter dalam diameter cukup besar untuk masuk dalam velvis ginjal. Gejala rasa sakit yang berlebihan pada pinggang, nausea, muntah, demam, hematuria. Urine berwarna keruh seperti teh atau merah.
Faktor – faktor yang mempengaruhi pembentukan batu:
a. Faktor Endogen
Faktor genetik, familial, pada hypersistinuria, hiperkalsiuria dan hiperoksalouria.

b. Faktor Eksogen
Faktor lingkungan, pekerjaan, makanan, infeksi dan kejenuhan mineral dalam air minum.

c. Faktor lain
a) Infeksi
Infeksi Saluran Kencing (ISK) dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan akan menjadi inti pembentukan Batu Saluran Kencing (BSK) Infeksi bakteri akan memecah ureum dan membentuk amonium yang akan mengubah pH Urine menjadi alkali.

b) Stasis dan Obstruksi Urine
Adanya obstruksi dan stasis urine akan mempermudah Infeksi Saluran Kencing.

c) Jenis Kelamin
Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding wanita dengan perbandingan 3 : 1

d) Ras
Batu Saluran Kencing lebih banyak ditemukan di Afrika dan Asia.

e) Keturunan
Anggota keluarga Batu Saluran Kencing lebih banyak mempunyai kesempatan

f) Air Minum
Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum air akan mengurangi kemungkinan terbentuknya batu, sedangkan kurang minum menyebabkan kadar semua substansi dalam urine meningkat.

g) Pekerjaan
Pekerja keras yang banyak bergerak mengurangi kemungkinan terbentuknya batu dari pada pekerja yang lebih banyak duduk.

h) Suhu
Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyak mengeluarkan keringan.

i) Makanan
Masyarakat yang banyak mengkonsumsi protein hewani angka morbiditas Batu Saluran Kencing berkurang. Penduduk yang vegetarian yang kurang makan putih telur lebih sering menderita Batu Saluran Kencing (buli-buli dan Urethra).

Patogenesis
Sebagian besar Batu Saluran Kencing adalah idiopatik, bersifat simptomatik ataupun asimptomatik.

Teori Terbentuknya Batu
a. Teori Intimatriks
Terbentuknya Batu Saluran Kencing memerlukan adanya substansi organik Sebagai inti. Substansi ini terdiri dari mukopolisakarida dan mukoprotein A yang mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi pembentukan batu.

b. Teori Supersaturasi
Terjadi kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urine seperti sistin, santin, asam urat, kalsium oksalat akan mempermudah terbentuknya batu.

c. Teori Presipitasi-Kristalisasi
Perubahan pH urine akan mempengaruhi solubilitas substansi dalam urine. Urine yang bersifat asam akan mengendap sistin, santin dan garam urat, urine alkali akan mengendap garam-garam fosfat.

d. Teori Berkurangnya Faktor Penghambat
Berkurangnya Faktor Penghambat seperti peptid fosfat, pirofosfat, polifosfat, sitrat magnesium, asam mukopolisakarida akan mempermudah terbentuknya Batu Saluran Kencing.

PENGKAJIAN DATA DASAR
1. Riwayat atau adanya faktor resiko

a. Perubahan metabolik atau diet
b. Imobilitas lama
c. Masukan cairan tak adekuat
d. Riwayat batu atau Infeksi Saluran Kencing sebelumnya
e. Riwayat keluarga dengan pembentukan batu

2. Pemeriksaan fisik berdasarka pada survei umum dapat menunjukkan :
a. Nyeri. Batu dalam pelvis ginjal menyebabkan nyeri pekak dan konstan. Batu ureteral menyebabkan nyeri jenis kolik berat dan hilang timbul yang berkurang setelah batu lewat.
b. Mual dan muntah serta kemungkinan diare
c. Perubahan warna urine atau pola berkemih, Sebagai contoh, urine keruh dan bau menyengat bila infeksi terjadi, dorongan berkemih dengan nyeri dan penurunan haluaran urine bila masukan cairan tak adekuat atau bila terdapat obstruksi saluran perkemihan dan hematuri bila terdapat kerusakan jaringan ginjal

3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Urinalisa : warna : normal kekuning-kuningan, abnormal merah menunjukkan hematuri (kemungkinan obstruksi urine, kalkulus renalis, tumor,kegagalan ginjal). pH : normal 4,6 – 6,8 (rata-rata 6,0), asam (meningkatkan sistin dan batu asam urat), alkali (meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat), Urine 24 jam : Kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin mungkin meningkat), kultur urine menunjukkan Infeksi Saluran Kencing , BUN hasil normal 5 – 20 mg/dl tujuan untuk memperlihatkan kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa yang bemitrogen. BUN menjelaskan secara kasar perkiraan Glomerular Filtration Rate. BUN dapat dipengaruhi oleh diet tinggi protein, darah dalam saluran pencernaan status katabolik (cedera, infeksi). Kreatinin serum hasil normal laki-laki 0,85 sampai 15mg/dl perempuan 0,70 sampai 1,25 mg/dl tujuannya untuk memperlihatkan kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa yang bemitrogen. Abnormal (tinggi pada serum/rendah pada urine) sekunder terhadap tingginya batu obstruktif pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.
b. Darah lengkap : Hb, Ht, abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia.
c. Hormon Paratyroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal (PTH merangsang reabsorbsi kalsium dari tulang, meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine.
d. Foto Rontgen : menunjukkan adanya calculi atau perubahan anatomik pada area ginjal dan sepanjang uriter.
e. IVP : memberikan konfirmasi cepat urolithiasis seperti penyebab nyeri abdominal atau panggul. Menunjukkan abnormalitas pada struktur anatomik (distensi ureter).
f. Sistoureteroskopi : visualisasi kandung kemih dan ureter dapat menunjukkan batu atau efek ebstruksi.
g. USG Ginjal : untuk menentukan perubahan obstruksi dan lokasi batu.

Penatalaksanaan
a. Menghilangkan Obstruksi
b. Mengobati Infeksi
c. Menghilangkan rasa nyeri
d. Mencegah terjadinya gagal ginjal dan mengurangi kemungkinan terjadinya rekurensi.
Komplikasi
a. Obstruksi Ginjal
b. Perdarahan
c. Infeksi
d. Hidronefrosis

Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri pada daerah pinggang) berhubungan dengan cedera jaringan sekunder terhadap adanya batu pada ureter atau pada ginjal
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya obstruksi (calculi) pada renal atau pada uretra.
3. Kecemasan berhubungan dengan kehilangan status kesehatan.
4. Kurangnya pengetahuan tentang sifat penyakit, tujuan tindakan yang diprogramkan dan pemeriksaan diagnostik berhubungan dengan kurangnya informasi







































Anda sedang membaca artikel dalam kategori :

Asuhan Keperawatan

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Akut Coronary Syndrom

Definisi
Acute coronary syndromes menunjukan kepada beberapa kondisi. Kelompok ini terdiri dari:
1. Angina tidak stabil
2. Non ST Segment Elevasi Myocardial Infarction (NSTEMI)
3. ST Segment Elevasi Myocardial Infarction (STEMI)
Proses penyakit terjadi karena:
1. Perdarahan dalam plaque. Plaque menyebabkan pembengkakan dan penurunan luas penampang lumen arteri.
2. Kontraksi otot polos pada dinding arteri. Kontraksi ini menyebabkan kontraksi pada lumen arteri.
3. Pembentukan trombus pada permukaan plaque. Ini dapat menyebabkan penyumbatan lumen arteri parsial sampai dengan komplet.
Kesemua ini menyebabkan penurunan aliran darah ke myokardium.
ANGINA STABIL
Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala ACS pada prinsipnya sama. Secara umum pasien menyeluh:
1. Nyeri dada yang dilukiskan sebagai: a. Sesak, b. Nyeri seperti saat salah cerna,
c. Seperti terjatuh, d. Seperti ada yang membebat dada, e. Sepeti ada orang yang duduk di dada
2. Nyeri menjalar ke tangan kiri, kedua tangan dan atau ke dagu.
3. Nyeri kemungkinan diikuti dengan: a. Berkeringat, b. Napas pendek, c. Mual dan muntah
Nyeri angina stabil hanya terjadi ada saat olah raga dan menghilang dengan cepat pada saat istirahat.
UNSTABLE ANGINA
Berbeda dengan angina stabil, angina tidak stabil didefinisikan sebagai kejadian salah satu atau beberapa dari kejadian berikut: 1. Angina yang terjadi pada periode waktu tertentu dari mulai beberapa hari dan meningkat dalam serangan. Peningkatan itu disebabkan karena faktor pencetus yang lebih sedikit atau kurang. Keadaan ini sering disebut sebagai crescendo angina. 2. Episod kejadian angina sering berulang dan tidak dapat diprediksi. Angina tidak stabil tidak pencetus karena olahraga tidak begitu jelas. Biasanya terjadi dalam waktu pendek dan hilang dengan spontan atau dapat hilang sementara dengan dara minum glyceryl trinitrate (GTN) sub lingual. 3. Tidak ada pencetusnya dan nyeri dada yang memanjang. Tidak ada bukti adanya myokardial infark
Tanda dan Gejala
1. Nyeri dada yang dilukiskan sebagai: a. Sesak, b. Nyeri seperti saat salah cerna,
c. Seperti terjatuh, d. Seperti ada yang membebat dada, e. Sepeti ada orang yang duduk di dada
2. Nyeri menjalar ke tangan kiri, kedua tangan dan atau ke dagu.
3. Nyeri kemungkinan diikuti dengan: a. Berkeringat, b. Napas pendek, c. Mual dan muntah
Pengkajian
Keluhan utama yang dirasakan dan pengkajian tanda vital. Pengkajian selalu menggunakan prinsip ABCDE.
Airway
1. Kaji dan pertahankan jalan napas
2. Lakukan head tilt, chin lift
3. Gunakan alat bantu pernapasan jika diperlukan
4. Pertimbangkan untuk merujuk ke bagian anestesi untuk dilakukan intubasi jika tidak dapat mempertahankan jalan napas dengan baik.
Breathing
1. Kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter dengan tujuan mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 92%.
2. Berikan oksigen dengan alirang yang tinggi melalui bag-valve-mask ventilation.
3. Kaji jumlah pernapasan
4. Lakukan pemeriksaan sistem penapasan
5. Lakukan pemeriksaan x-ray dada
Circulation
1. Kaji heart rate dan rhythm.
2. Ukur tekanan darah
3. Lakukan pemeriksaan EKG – mungkin normal akan tetapi biasanya ada ST depresi
4. Pasang IV Acces (infus)
5. Lakukan pemeriksaan darah, enjim jantung atau troponin tergantung dari protokol setempat (enjim dan troponin biasanya tidak meningkat pada angina tidak stabil.
6. Ingat MONA
a. Morphine – berikan 5 mg IV
b. Oksigen – aliran tinggi
c. Nitrat – berikan sublingual
d. Aspirin – berikan 300 mg
7. Pertimbangkan untuk memberikan heparin berat molekul rendah sampai dengan pasien terbebas dari nyeri dalam 24 jam.
8. Pertimbangkan untuk memberikan Clopidogrel 300 mg yang diikuti dengan pemberian 75 mg per hari
Disability
1. Kaji tingkat kesaddaran dengan menggunakan AVPU.
Exposure
1. Lakukan pemeriksaan kesehatan dan riwayat penyakit apabila pasien stabil.
NON-ST ELEVATION MYOCARDIAL INFARCTION
Pada beberapa pasien dengan NSTEMI, mereka memiliki resiko tinggi untuk terjadinya kemacetan pembuluh darah koroner, yang dapat menyebabkan kerusakan miokardium yang lebih luas dan aritmia yang dapat menyebabkan kematian. Resiko untuk terjadinya kemacetan dapat terjadi pada beberapa jam pertama dan menghilang dalam seiring dengan waktu
Tanda dan Gejala
1. Nyeri dada yang dilukiskan sebagai: a. Sesak, b. Nyeri seperti saat salah cerna,
c. Seperti terjatuh, d. Seperti ada yang membebat dada, e. Sepeti ada orang yang duduk di dada
2. Nyeri menjalar ke tangan kiri, kedua tangan dan atau ke dagu.
3. Nyeri kemungkinan diikuti dengan: a. Berkeringat, b. Napas pendek, c. Mual dan muntah
Pengkajian
Keluhan utama dan pengkajian tanda vital. Bantuan medis harus segera dilakukan. Lakukan pengkajian dengan menggunakan prinsip ABCDE:
Airway
1. Kaji dan pertahankan jalan napas
2. Lakukan head tilt, chin lift jika perlu
3. Gunakan alat bantu dalam membebaskan jalan napas jika diperlukan
4. Pertimbangkan untuk merujuk ke bagian anestesi untuk dilakukan intubasi apabila tidak dapat mempertahankan jalan napas.
Breathing
1. Kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter dengan tujuan mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 92%.
2. Berikan oksigen dengan alirang yang tinggi melalui bag-valve-mask ventilation.
3. Kaji jumlah pernapasan
4. Lakukan pemeriksaan sistem penapasan
5. Lakukan pemeriksaan x-ray dada
Circulation
1. Kaji heart rate dan rhythm.
2. Ukur tekanan darah
3. Lakukan pemeriksaan EKG – mungkin normal akan tetapi biasanya ada ST depresi
4. Pasang IV Acces (infus)
5. Lakukan pemeriksaan darah, enjim jantung atau troponin tergantung dari protokol setempat (jumlah enjim dan troponin biasanya menunjukan tingkat kerusakan myokardial).
6. Monitor gula darah
7. Ingat MONA: a. Morphine – berikan 5 mg IV, b. Oksigen – aliran tinggi, c. Nitrat – berikan sublingual, d. Aspirin – berikan 300 mg
8. Pertimbangkan untuk memberikan heparin berat molekul rendah sampai dengan pasien terbebas dari nyeri dalam 24 jam.
9. Pertimbangkan untuk memberikan Clopidogrel 300 mg yang diikuti dengan pemberian 75 mg per hari
10. Pertimbangkan pemberian beta bloker dan statin harus menjadi pertimbangan
Disability
1. Kaji tingkat kesaddaran dengan menggunakan AVPU.
Exposure
1. Lakukan pemeriksaan kesehatan dan riwayat penyakit apabila pasien stabil. Pasien dengn NSTEMI tidak diperbolehkan untuk mengendarai kendaraan dalam 4 (empat) minggu.
ST ELEVATION MYOCARDIAL INFARCTION
STEMI terjadi karena sumbatan yang komplit pada arteri koroner. Jika tidak dilakukan pengobatan dapat menyebabkan kerusakan miokardium yang lebih jauh. Pada fase akut pasien beresiko tinggi untuk mengalami fibrilasi ventrikel atau takhikardi yang dapat menyebabkan kematian. Bantuan medis harus segera dilakukan.
Tanda dan gejala
1. Nyeri dada yang dilukiskan sebagai:a. Sesak, b. Nyeri seperti saat salah cerna,
c. Seperti terjatuh, d. Seperti ada yang membebat dada, e. Sepeti ada orang yang duduk di dada
2. Nyeri menjalar ke tangan kiri, kedua tangan dan atau ke dagu.
3. Nyeri kemungkinan diikuti dengan:a. Berkeringat, b. Napas pendek, c. Mual dan muntah
Airway
1. Kaji dan pertahankan jalan napas
2. Lakukan head tilt, chin lift jika perlu
3. Gunakan alat bantu dalam membebaskan jalan napas jika diperlukan
4. Pertimbangkan untuk merujuk ke bagian anestesi untuk dilakukan intubasi apabila tidak dapat mempertahankan jalan napas.
Breathing
1. Kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter dengan tujuan mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 92%.
2. Berikan oksigen dengan alirang yang tinggi melalui bag-valve-mask ventilation.
3. Kaji jumlah pernapasan
4. Lakukan pemeriksaan sistem penapasan
5. Lakukan pemeriksaan x-ray dada
Circulation
1. Kaji heart rate dan rhythm.
2. Ukur tekanan darah
3. Lakukan pemeriksaan EKG – ST elevasi akut atau bundle branch block (LBBB) baru ditambah dengan tanda myokardial infark merupakan indikasi untuk dilakukan terapi reperfusi.
4. Ciri khas EKG pada STEMI
a. anterior/anteroseptal – terlihat pada V1–V4
b. inferior – terlihat pada II, III dan aVF
c. lateral – terlihat pada V5–V6 dan I dan aVL
d. posterior – kebalikan perubahan pada lead anterior
5. Pasang IV Acces (infus)
6. Lakukan pemeriksaan darah, enjim jantung atau troponin tergantung dari protokol setempat (jumlah enjim dan troponin biasanya menunjukan tingkat kerusakan myokardial).
7. Monitor gula darah
8. Ingat MONA
a. Morphine – berikan 5 mg IV
b. Oksigen – aliran tinggi
c. Nitrat – berikan sublingual
d. Aspirin – berikan 300 mg
9. Pertimbangkan untuk memberikan heparin berat molekul rendah sampai dengan pasien terbebas dari nyeri dalam 24 jam.
10. Pertimbangkan untuk memberikan Clopidogrel 300 mg yang diikuti dengan pemberian 75 mg per hari
11. Kaji kemungkinan pemberian trombolisis – obat yang biasa dipergunakan adalah:
a. streptokinase – 1.5 juta unit dalam 100 mls normal saline
b. alteplase – 15 mg bolus kemudian infuskan 0.75 mg/kg selama 1 hour
c. reteplase – 10 unit bolus kemudian 10 unit setelah 30 menit
d. tenecteplase – 30–50 mg (6,000–10,000 unit) bolus
12. Semua pasien memelukan dirujuk dengan segera ke ahli jantung



































Asuhan Keperawatan Pada Pasien Infark Miokard Akut

Definisi
Infark mioakard adalah suatu keadan ketidakseimbangan antara suplai & kebutuhan oksigen miokard sehingga jaringan miokard mengalami kematian. Infark menyebabkan kematian jaringan yang ireversibel. Sebesar 80-90% kasus MCI disertai adanya trombus, dan berdasarkan penelitian lepasnya trombus terjadi pada jam 6-siang hari. Infark tidak statis dan dapat berkembang secara progresif.
Peran Oksigen pd Miokard
* Dibutuhkan pada saat aktivitas preload & afterload.
* Kontraktilitas miokard
* Diperlukan jantung untuk berdenyut.
* Kelelahan & stres emosional meningkatkan denyut jantung.
* Hipoksia, anemia menyebabkan infark.
Jenis MCI
* Infark Transmural
Infark yang terjadi pada seluruh lapisan dinding ventrikel: anterior, inferior, dan posterior.
* Infark subendokardial
Infark pada lapisan superfisial otot jantung.
Lokasi Infark
Perawat harus memahami perubahan EKG yang berhubungan dengan distribusi sirkulasi koroner. Sirkulasi Koroner jantung terbagi menjadi:
* Arteri koronaria kanan : Aka, Vka, Vki (SA dan AV node), Vki posterior.
* Arteri koronaria kiri : desending (Vki anterior dan Vki apeks), sirkumfleks.
* Arteri koronaria sirkumfleks kiri : Aki, Vki posterior
Etiologi
Penyebab utama infark adalah gangguan pada pembuluh darah koroner: CAD (coronary atherosklerosis dissease). Beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya infark antara lain :
* Hiperkolesterolemia
* Hipertensi
* Merokok
* Contributing faktor: umur, hereditas, aktifitas, obesitas, inoleransi glukosa, perilaku & stress.
Lokasi AMI berdasarkan EKG
* Inferior: II, III, aVF
* Lateral: I, aVL, V4 – V6
* Anteroseptal: V1 – V3
* Anterolateral: V1 – V6
* Ventrikel kanan: RV4, RV5
Respon Psikofisiologis pd AMI
* Psikologis: cemas, takut
* Mekanis: vasokontriksi, kontraktilitas, TD, COÝ
* Elektris: konduksi & HR Ý
* Metabolik : penurunan suplai O2 akan mendorong terjadinya metabolisme anaerob oleh sel dengan hasil sampingan asam laktat. Peningkatan asam laktat menyebabkan keadaan asidosis yang dapat menyebabkan kerusakan enzim dan sel yang ireversibel.












Anda sedang membaca artikel dalam kategori :

Asuhan Keperawatan

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Penyakit Jantung Koroner

Kebutuhan oksigen miokardium dapat terpenuhi jika terjadi keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. Penurunan suplai oksigen miokard dapat membahayakan fungsi miokardium. Penyakit jantung koroner disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen miokardium. Bila kebutuhan oksigen miokardium meningkat, maka suplai oksigen juga harus meningkat. Peningkatan kebutuhan oksigen terjadi pada: takikardia, peningkatan kontraktilitas miokard, hipertensi, hipertrofi, dan dilatasi ventrikel. Untuk meningkatkan suplai oksigen dalam jumlah yang memadai aliran pembuluh koroner harus ditingkatkan.
Empat faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigen jantung :
• Frekuensi denyut jantung
• Daya kontraksi
• Massa otot
• Tegangan dinding ventrikel
Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen dapat disebabkan :
• Penyempitan arteri koroner (aterosklerosis), dimana merupakan penyebab tersering.
• Penurunan aliran darah (cardiac output).
• Peningkatan kebutuhan oksigen miokard
• Spasme arteri koroner.
PATOGENESIS
Aterosklerosis pembuluh koroner merupakan penyebab penyakit arteria koronaria yang paling sering ditemukan. Pada aterosklerosis koroner terdapat penimbunan lipid dan jaringan fibrosa pada arteria koronaria sehingga mempersempit lumen pembuluh darah koroner.
Mekanisme aterosklerosis:
• Pada tunika intima timbul endapan lipid yang mengandung banyak kolesterol.
• Timbul kompleks plak aterosklerotik yang terdiri dari lemak, jaringan fibrosa, kolagen, kalsium, debris seluler dan kapiler.
• Perubahan degeneratif dinding arteria.
• Penyempitan lumen arteria koronaria.
FAKTOR RESIKO PJK
Faktor Resiko Ireversibel:
• Usia
• Jenis kelamin
• Riwayat Keluarga / genetik
• Ras
Faktor Resiko Reversibel:
• Hiperlipidemia, hiperkolesterol
• Hipertensi
• Merokok
• Diabetes mellitus
• Obesitas
• Stress psikologik
• Tipe kepribadian
• Kurang aktifitas olahraga
MANIFESTASI KLINIK
• Tanpa gejala
• Angina pektoris
• Infark miokard akut
• Aritmia
• Payah jantung
• Kematian mendadak
PATOFISOLOGI
Iskemia
Iskemia adalah suatu keadaan kekurangan oksigen yang bersifat sementara dan reversibel. Penurunan suplai oksigen akan meningkatkan mekanisme metabolisme anaerobik. Iskemia yang lama dapat menyebabkan kematian otot atau nekrosis. Keadaan nekrosis yang berlanjut dapat menyebabkan kematian otot jantung (infark miokard). Ventriekel kiri merupakan ruang jantung yang paling rentan mengalami iskemia dan infark, hal ini disebabkan kebutuhan oksigen ventrikel kiri lebih besar untuk berkontraksi. Metabolisme anaerobik sangat tidak efektif selain energi yang dihasilkan tidak cukup besar juga meningkatkan pembentukan asam laktat yang dapat menurunkan PH sel (asidosis). Iskemia secara khas ditandai perubahan EKG: T inversi, dan depresi segmen ST. Gabungan efek hipoksia, menurunnya suplai energi, serta asidosis dapat dengan cepat mengganggu fungsi ventrikel kiri. Kekuatan kontraksi pada daerah yang terserang mengalami gangguan, serabut ototnya memendek, serta daya kecepatannya menurun. Perubahan kontraksi ini dapat menyebakan penurunan curah jantung. Iskemia dapat menyebabkan nyeri sebagai akibat penimbunan asam laktat yang berlebihan. Angina pektoris merupakan nyeri dada yang menyertai iskemia miokardium.
Angina pektoris dapat dibagi: angina pektoris stabil (stable angina), angina pektoris tidak stabil (unstable angina), angina variant (angina prinzmetal). Angina Pektoris Stabil: Nyeri dada yang tergolong angina stabil adalah nyeri yang timbul saat melakukan aktifitas. Rasa nyeri tidak lebih dari 15 menit dan hilang dengan istirahat. Angina Pektoris Tidak Stabil (UAP): Pada UAP nyeri dada timbul pada saat istirahat, nyeri berlangsung lebih dari 15 menit dan terjadi peningkatan rasa nyeri. Angina Varian: Merupakan angina tidak stabil yang disebabkan oleh spasme arteri koroner.
Infark
Iskemia yang berlangsung lebih dari 30 menit dapat menyebabkan kerusakan sel yang ireversibel dan kematian otot (nekrosis). Bagian miokardium yang mengalami nekrosis atau infark akan berhenti berkontraksi secara permanen.
ASUHAN KEPERAWATAN
• Pengkajian: keluhan nyeri, riwayat penyakit, faktor resiko.
• Pemeriksaan fisik: TTV, perfusi perifer, capillary reffil, pulsasi arteri, bunyi jantung: S3, S4, murmur, bunyi paru: ronchi, whezing.
• Respon psikologis: depresi, gelisah, cemas.
• EKG: T inversi, ST depresi
• Laboratorium: darah rutin, enzym jantung, lipid profile.
• Ekokardiogram
• Kateterisasi jantung
• Foto thoraks
DIAGNOSA KEPERAWATAN
• Penurunan perfusi jaringan jantung
• Perubahan pola nafas
• Perubahan rasa nyaman; nyeri
• Intoleransi aktifitas
• Kecemasan
PENATALAKSANAAN
• Penatalaksanaan paling efektif adalah mendeteksi faktor resiko dan menguranginya.
• Mengurangi kebutuhan oksigen jantung dengan menurunkan kerja jantung
• Meningkatkan suplai oksigen jantung
• Revaskularisasi koroner
Revaskularisasi Koroner
Revaskularisasi koroner merupakan cara untuk dapat memperbaiki vaskularisasi pembuluh darah ke jantung. 3 mekanisme revaskkularisasi koroner adalah: PTCA (Percutaneous Transluminal Coronary Angioplasty), Revaskularisasi bedah dengan CABG, Terapi Trombolitik.
PROGRAM REHABILITASI PJK
Rehabilitasi pada penyakit jantung merupakan rangkaian usaha untuk membantu penyembuhan pasien agar dapat kembali dengan cepat pada kehidupan normalnya. Rehabilitasi pada PJK bertujuan untuk memulihkan kondisi fisik, mental, dan sosial seseorang seoptimal mungkin sehingga dicapai kemampuan diri sendiri untuk menjalankan aktifitas dirumah maupun pekerjaaan.
Program Fase I
Program diberikan pada semua pasien yang masih dalam perawatan di RS. Program dilaksanakan sesegera mungkin pada pasien dengan hemodinamik stabil sejak dari ICCU, ruang rawat inap, hingga pasien pulang. Lama latihan: 7-14 hari. Jenis latihan: pemanasan 5 menit yang mencakup latihan otot lengan, tungkai, pinggul secara ritmik dan berulang. Komponen latihan intinya adalah jalan/sepeda statis dengan beban yang ditingkatkan secara bertahap sesuai respon latihan. Latihan diakhiri dengan pendinginan selama 5 menit.
Program Fase II
Merupakan program lanjutan yang pelaksanaannya sesegera mungkin setelah pasien pulang ke rumah. Lama latihan: 6-8 minggu dilaksanakan 3x/minggu selama satu jam. Jenis latihan: pemanasan berupa stretching selama 5-10 menit, dilanjutkan bersepeda statis dan jalan kaki selama 30-45 menit. Latihan diakhiri dengan pendinginan selama 10 menit.
Program Fase III
Merupakan program jangka panjang dengan basis komunitas. Dilaksanakan setelah pasien menyelesaikan program fase II melalui uji latih jantung dan mencapai kapasitas aerobik. Lama latihan: 1-3 bulan

1 comment:

chitika