KONSEP DASAR
KISTA OVARIUM
A. Definisi
Kista adalah kantong tertutup yang normal atau abnormal berlapis jaringan
epitel dan mengandung cairan atau bahan setengah padat. (Ramali, 2000)
Kista ovarium adalah kista yang sederhana yang memiliki struktur dinding
yang tipis mengandung cairan serosa. (Mansjoer, 2000)
Kista ovarium adalah neoplasma jinak yang berasal dari ovarium bersifat
kistik. Pada umumnya tumor jinak
ovarium kistik sering disebut Kistoma Ovarii. (Manuaba, 2000)
B. Klasifikasi
Pembagian tumor ovarium secara praktis.
1.
Kistoma Ovarii Simpleks
Adalah kista
yang permukaannya rata dan halus, biasanya bertangkai sering kali bilateral dan
dapat menjadi besar, dinding kista tipis, berisi cairan jernih serosa dan
berwarna kuning.
2.
Kista Ovarii Serosum
Kista ini
berasal dari epitel germinativum, bentuk unikular, bila multikular di curigai
adanya keganasan. Kista ini dapat membesar tetapi tidak sebesar kista
musinosum.
3.
Kista Ovarii Nusinosum
Kista ini
berasal dari teratoma bentuk kista multilokular biasanya unilateral dapat
tumbuh menjadi sangat besar
4.
Kista Dermoid
Adalah teratoma
kistik jinak dengan struktur ektodermal beridentifikasi sempurna dan lebih
menonjol daripada mesoderm dan entoderm. Dinding kista keabu-abuan dan agak
tipis.
C. Etiologi
1.
Perubahan fungsional dalam ovarium
2.
Epitelium embrionik abnormal
( Mansjoer, 2000
)
D. Manifestasi Klinis
1.
Ileus
2.
Asites
3.
Perubahan hormonal haid
4.
Gangguan miksi
5.
Obstipasi karena desakan
6.
Oedem pada tungkai bawah
7.
Rasa sesak karena desakan diafragma ke paru-paru
(Mansjoer, 2000)
E. Patofisiologis
Kista menerima darah melalui
suatu tungkai. Kadang-kadang dapat terjadi torsi yang mengakibatkan gangguan
sirkulasi. Gangguan ini dapat menyebabkan pendarahan dalam kista dan perubahan
degeneratif yang memudahkan timbulnya perlekatan kista dengan omentum.
Usus-usus dan peritonium parietal. Pada pemeriksaan mikroskopis tampak dinding
kista dilapisi oleh epitel torak tinggi dengan inti dasar sel, terdapat
diantaranya sel-sel yang membundar karena tersilinder. Sel-sel epitel yang
terdapat dalam satu lapisan mempunyai potensi untuk tumbuh seperti struktur
kelenjar-kelenjar. Kelenjar dapat menjadi kista baru yang menyebabkan permukaan
peritonium rongga perut dan dengan sekresinya menyebabkan pseudomikroma
peritonii.
Pada umumnya gejala yang
ditimbulkan oleh kista ovarium berkaitan dengan adanya benjolan/massa Intra
Abdomen. Gejala yang ditimbulkan akibat pendesakan tumor ke organ
sekitarnya.aktivitas hormonal tumor/kista itu sendiri dan komplikasi yang
terjadi pada tumor tersebut paling sering penderita mengeluh adanya benjolan
pada perut bagian bawah yang semakin lama dirasakan semakin membesar. Tumor dapat menekan organ seluruhnya
seperti rectum, vesika urinaria sehingga penderita mempunyai ganggun BAB dan BAK. Infeksi kandung kemih pada tumor yang
mendesak ureter akan terjadi penyumbatan aliran urine dari ginjal ke kandung
kemih.
(Mansjoer, 2000)
F. Komplikasi
1.
Asites / gejala sindrom perut
2.
Infeksi tumor
3.
Dinding robek
(Mansjoer, 2000)
G. Diagnosis
Dalam menegakkan diagnosis kista ovarium diperlukan prosedur diagnosis
sebagai berikut :
1.
Anamnesis
Anamnesis yang
teliti dalam menegakkan diagnosis mulai dari kapan gejala timbul, pertumbuhan
tumor cepat/lambat, keluhan/gejala lain yang menyertainya serta komplikasi yang
ditimbulkan.
2.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
penderita, kesadaran penderita, pemeriksaan tanda-tanda vital seperti tekanan
darah, nadi dan respirasi, pemeriksaan fungsi kardiovaskuler, fungsi traktus
respiratorik dan pemeriksaan fungsi traktus digestivus secara umum.
3.
Pemeriksaan Genekologi
Palpasi abdomen
Pemeriksaan
dalam vagina
(Mansjoer, 2000)
H. Pemeriksaan Penunjang
1.
Pemeriksaan USG
Dapat diketahui konsistensi tumor, permukaan dan
dinding tumor, besar tumor.
2.
Pemeriksaan Hormonal
Pada tumor
tertentu dapat memproduksi hormon seperti asihor moblastoman yang memproduksi
hormon androgen sehingga terjadi peningkatan.
3.
Foto Rontgen
Dengan pemeriksaan
foto poros abdomen dikombinasikan dengan pemeriksaan Intra Venous Pilografi,
keterlibatan tumor jaringan sekitar uretra.
(Mansjoer, 2000)
I. Penatalaksanaan
1.
Non Invasif
Menurut fakultas
kedokteran Universitas Padjajaran Bandung, bagian obstetri dan gynekologi bahwa
penanganan kista non invasif adalah dengan memberikan terapi.
-
Clomiphene
Citrate ( Clomide ) 50mg/hari selama 5 – 10 hari
-
Gonadotropine 5400 I.U @ 500 IU selama 3 hari
2.
Invasif
a.
Definisi Salphingooforektomi
Salphingooforektomi
adalah pengangkatan tuba fallopi melalui insisi abdomen untuk mengatasi
penyakit neoplastik / kista
b.
Komplikasi
Komplikasi
salphingooforektomi meliputi
1)
Infeksi insisi
2)
Hemmoragi
c.
Perawatan pasien dengan salphingooforektomi
1)
Perawatan pra operasi
a)
Pastikan apakah pasien mengetahui alasan dilakukan
salphingooforektomi, prosedur dan apa yang terjadi pasca operasi
b)
Anjurkan pasien untuk tetap puasa dari tengah malam
sebelum pembedahan dan minta pasien berkemih sebelum pembedahan
c)
Lakukan enema sebelum pembedahan untuk mengeluarkan
feses dan mencegah kontaminasi trauma sebelum pembedahan
d)
Berikan obat pra operasi untuk membuat pasien rileks
2)
Perawatan pasca operasi
a)
Berikan pengendalian nyeri yang adequat
b)
Anjurkan pasien menahan insisi ketika bergerak
c)
Anjurkan pasien untuk berambulasi segera mungkin untuk
menurunkan flatus
d) Pantau masukkan dan keluaran kandung kemih
e)
Berikan antibiotik sesuai advis dokter
(Mansjoer, 2000)
J. PATWAYS
A.
K. Konsep
Asuhan keperawatan
1. Fokus
pengkajian (Doengoes 2000)
a. Aktivitas
dan istirahat
Gejala : Kelemahan atau keletihan perubahan pada pola
istirahat dan pada kebiasaan tidur malam hari, adanya faktor-faktor yang
mempengaruhi tidur misal : nyeri, ansietas, berkeringat malam.
b.
Sirkulasi
Gejala : Palpasi, nyeri dada pada pengarahan kerja
Tanda :
Taxikardi, hipotensi
c.
Integritas ego
Gejala : Faktor stress (keuangan, pekerjaan, perubahan
peran) dan cara mengatasi stress misal : merokok, minum alkohol, menunda
mencari pekerjaan,keyakinan religius / spiritual) masalah tentang perubahan
dalam penampilan, misal : lesi, pembedahan.
Tanda : Menyangkal, menarik diri, marah
d.
Eliminasi
Gejala : Perubahan pada pola defekasi misal pada feses
perubahan pada pola eliminasi misal : nyeri, rasa terbakar pada saat berkemih,
hematuria, sering berkemih.
e.
Makanan dan cairan
Gejala : Kebiasaan diet buruk, Anoreksia, mual, muntah,
perubahan pada berat badan
Tanda : Perubahan
pada kelembapan / tungor kulit, oedema
f.
Neurosensori
Gejala : Pusing
g.
Nyeri / kenyamanan
Gejala : Tidak ada nyeri / derajat bervariasi
h.
Pernafasan
Gejala : Merokok,
pemajaman abses
i.
Keamanan
Gejala : Pemajaman
pada kimia teknik
Pemajanan matahari
berlebihan
Tanda
: Demam
Ruam kulit, ulserasi
j.
Seksualitas
Gejala : masalah
sexualitas
Misal : perubahan
pada tingkat kepuasaan
k.
Interaksi sosial
Gejala : kelemahan sistem pendukung
2. Diagnosa
dan Intervensi
1.
Nyeri berhubungan dengan luka insisi sekunder terhadap
tindakan pembedahan
Tujuan : Setelah dilakkan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang
/ hilang
KH : Klien dapat memperlihatkan pengurangan nyeri
mampu tidur / istirahat dengan tepat.
Intervensi :
1) Atur
posisi klien dorong penggunaan teknik distraksi relaksasi
Rasional : Merileksasikan otot, menghilangkan perhatian dan sensasi nyeri
distraksi dan relaksasi dapat mengurangi perasaan tidak menyenangkan
2)
Palpasi kandung kemih bila penuh dilakukan periode
pengurangan dengan kateter.
Rasional : Membantu
mencegah ketidaknyamanan karena distensi kandung kemih.
3)
Kolaborasi dalam pemberian analgetik
Rasional : Untuk mengurangi nyeri
4)
Berikan informasi dan petunjuk atisipasi penyebab
ketidaknyamanan
Rasional : Membantu mengurangi nyeri dan ketakutan
karena ketidaktahuan
5)
Kaji nyeri
Rasional: Membedakan
karakteristik nyeri dan terjadinya komplikasi
6)
Monitor vital sign
Rasional : Nyeri otot menyebabkan gelisah, serta tekanan
darah dan nadi meningkat
2.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tempat
masuknya organisme sekunder terhadap pembedahan
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan tidak terjadi infeksi
KH : 1.
Klien dapat menjelaskan faktor resiko yang berkaitan dengan infeksi
2. Tidak terdapat infeksi
Intervensi
1) Ganti balutan bila basah dengan teknik
aseptik
Rasional: lingkungan
lembab merupakan media terbaik tumbuhnya bakteri
2) Inspeksi
balutan abdominal terhadap eksudat
Rasional : belum
steril menutupi luka pada 24 jam pertama membantu melindungi luka / cidera /
kontaminasi
3) Catat frekuensi / jumlah dan karakteristik
urine
Rasional : status urine meningkat
4) Kaji
suhu nadi dan jumlah sel darah putih
Rasional : dengan post op hari ke 3 leukositas dan
takihardi menunjukkan infeksi
5) Kolaborasi
pemberian antibiotik
Rasional : mematikan kuman atau mikroba
3.
Resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual dan anoreksia
Tujuan : Setalah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan nutrisi klien terpenuhi
KH : Nafsu
makan meningkat
Intervensi :
1) Dorong klien untuk makan diet tinggi
kalori protein, kaya nutrisi dengan masukan cairan adekuat
Rasional : Kebutuhan
jaringan metabolik ditingkatkan begitu cairan
2)
Anjurkan klien untuk makan sedikit tapi sering
Rasional : dapat mengurangi mual
3)
Dorong teknik relaksasi sebelum makan
Rasional : dapat mencegah atau menurunkan mual, anorexia
4)
Pantau masukan cairan setiap hari
Rasioanal mengidentifikasi kekuatan / definisi nutrisi
5)
Dorong komunikasi terbuka mengenai masalah anorexia
Rasional : Searing sebagai sumber diskasemon,
khususnya untuk orang terdekat.
4.
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan
fisik atau nyeri
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan klien menunjukan peningkatan dalam mobilitas
KH :
Klien mulai mandiri dalam pemenuhan AKS
Intervensi :
1)
Anjurkan klien untuk tirah baring / alih posisi.
Rasional
: mencegah dekubitus
2)
Anjurkan klien untuk miring kanan miring kiri kemudian
duduk.
Rasional
: membantu peningkatan mobilitas secara
betahap
3)
Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan ADL, seperti mandi
BAK / BAB, makan / minum, ganti pakaian.
Rasional
: mobilitas klien harus secara bertahap menurut kadar kemampuan
4)
Libatkan keluarga dalam pemenuhan ADL klien.
Rasional : keterlibatan
keluarga akan sangat membantu
5.
Konstipasi berhubungan dengan imobilitas
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
klien bisa BAB
KH :
1. Bising usus aktif dan klien bisa flatus
2. Pola eliminasi kembali normal dalam 4
hari post op
Intervensi
:
1)
Auskultrasi terhadap adanya bising usus
Rasional
: mengetahui motilitas usus
2)
Anjurkan latihan kaki dan pengencangan abdomen
Rasional
: Merangsang gerak usus
3)
Berikan pelunak feses
Rasional
: Mempermudah pengeluaran feses
4) Anjurkan untuk minum sedikitnya 2 liter
air / hari
Rasional : Keseimbangan
antara intake dan output serta membantu merangsang peristalik
5)
Berikan diet tinggi serat
Rasional
: mempermudah proses defekasi
6. Ansietas berhubungan dengan perubahan
status kesehatan
Tujuan: Setelah
dilakukan tindakan keperawatan ansietas klien
berkurang / hilang
KH : Melaporkan
takut dan ansietas menurun sampai tingkat dapat ditangani
Intervensi :
1)
Yakinkan informasi klien tentang diagnosa dan harapan
intervensi pembedahan dan terapi yang akan datang, perhatikan adanya
penolakkan.
Rasional : Memberikan
dasar pengetahuan perawat untuk menguatkan kebutuhan informasi dan membantu
untuk mengidentifikasi klien dengan ansietas dan kebutuhan akan perhatian
khusus.
2)
Berikan lingkungan, perhatian, keterbukaan dan
penerimaan juga privacy untuk klien dan orang terdekat
Rasional: Waktu
dan privacy diperlukan untuk memberi dukungan, diskusi tentang antisipasi
kehilangan.
3) Dorong pertanyaan dan berikan waktu untuk
ekspresikan takut
Rasional : Memberikan kesempatan
untuk mendefinisikan dan memperjelas kesalahan konsep dan menawarkan dukungan
emosi.
4)
Diskusikan atau jelaskan peran rehabilitas setelah
pembedahan
Rasional : Rehabilitasi adalah komponen terapi untuk memenuhi kebutuhan
fisik sosial. Emosional dan vacasional sehingga klien dapat mencapai tingkah
fisik dan fungsi emosis sebaik mungkin.
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes,
Merilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 2. EGC. Jakarta
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran
Edisi 3. Media Ausculapius : Jakarta.
Manuaba.
2000. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetric Genikologi dan KB. EGC
: Jakarta.
Ramali, A.
2001. Kamus Kedokteran.cetakan 24 Djambatan : Jakarta.
No comments:
Post a Comment